Skip to main content

Posts

Showing posts with the label kuliner

Nikmati Kelezatan Mie Kocok Mang Dadeng di Tengah Kota Bandung

  Bagi pecinta kuliner, Kota Bandung tidak pernah kehabisan pilihan yang menggugah selera. Salah satu tempat yang dapat Anda kunjungi adalah Mie Kocok Mang Dadeng, yang terletak di Jl. Naripan No.1A, Braga. Di kedai yang nyaman ini, Anda dapat menikmati hidangan lezat seperti mie kocok dan sop kaki sapi yang menggoda selera. Guyuran hujan di Bandung baru saja reda menjelang petang. Saatnya melangkahkan kaki bersama Mas Agus dan Mas Jenar untuk mencari kuliner Bandung. Selepas hujan tampaknya suasana Mie Kocok Mang Dadeng menjadi semakin menarik. Akhirnya kedai tersebut menjadi pilihan sore ini. Mie kocok yang mereka sajikan terkenal karena rasa yang tak pernah berubah dari tahun ke tahun. Tidak heran jika banyak orang menjadikannya sebagai langganan mereka. Pilihan tambahan seperti ceker, baso, daging sapi, iga, atau sumsum akan memberikan variasi yang menarik bagi para penikmat kuliner. Salah satu hal yang menonjol dari hidangan mereka adalah kikil yang disajikan dengan tekstur yang t

Menikmati Lezatnya Sate Gurita "Ajo" Sabang

Keindahan alam Kota Sabang, di Pulau Weh bukan lagi menjadi rahasia umum. Sabang adalah sebuah kota kecil yang terletak di ujung barat pulau Sumatra, Indonesia. Meskipun ukurannya kecil, Sabang memiliki keindahan alam yang memukau dan menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menikmati alam yang masih alami. Sehingga wajar jika banyak pelancong yang sengaja berkunjung ke kota di ujung barat Pulau Sumatera ini. Selain terkenal dengan keindahan alamnya, Sabang juga merupakan salah satu tujuan para penikmat kuliner nusantara. Sabang mempunyai beberapa kuliner unik yang menggugah selera. Bagi sebagian orang mungkin sudah sering melihat dan menikmati sate secara langsung. Sate ada irisan daging kecil yang disematkan pada tusukan dan kemudian dibakar di atas bara api. Daging yang digunakan untuk membuat sate adalah ayam, kambing, sapi. Tetapi ada keunikan salah satu sate yang ada di Kota Sabang ini. Ya, sate gurita namanya. Daging yang menjadi bahan pokok sate ini berasal dari gurita. Mengapa

Rendang Paku From Dharmasraya West Sumatera

  Rendang is a popular dish from Indonesia, especially from the Minangkabau ethnic group in West Sumatra. It is a slow-cooked beef dish typically simmered for several hours in a mixture of coconut milk and spices until the liquid has been absorbed and the meat is tender and flavorful. The traditional spice mixture for rendang usually includes ginger, garlic, shallots, lemongrass, galangal, turmeric, and chili peppers. The slow-cooking process allows the flavors to meld together and intensify, resulting in a complex and profoundly savory dish. Rendang is often served with steamed rice and is a popular dish for special occasions such as weddings and religious festivals. It is also a popular dish in neighboring countries like Malaysia and Singapore and has gained popularity worldwide as a delicious and exotic culinary experience. Apart from using meat, rendang can also be made using ferns. Dharmasraya Regency is one of the areas that produce rendang paku. Rendang paku is a traditional dis

Padang Famous Culinary

Padang is a city on the western coast of Sumatra Island, Indonesia. It is the capital of the West Sumatra province and has a population of approximately 1 million people. Padang is a bustling commercial and cultural center known for its distinctive cuisine, which includes dishes like rendang, a spicy meat dish, and nasi padang, a dish of rice served with various side dishes. The city has a rich history and is home to several cultural landmarks, including the Adityawarman Museum, which houses a collection of artifacts and art from the region, and the Sitti Nurbaya Bridge. This suspension bridge spans the Batang Arau River. Padang is also a gateway to the stunning Bukit Barisan mountain range and the Mentawai Islands, known for their beautiful beaches and world-class surfing spots. The city is easily accessible by air and sea, with regular flights and ferries connecting it to other parts of Indonesia. Read: Kopi Terbalik Khas Aceh   Here are some of the famous culinary dishes from Padang

Sate HM Harris Garut Cabang Bandung

Siapa yang tidak kenal sate di republik ini. Hampir seluruh masyarakat Indonesia pernah melihat kuliner yang satu ini. Sate adalah potongan daging yang dimasukkan ke dalam tusukan kayu atau bambu yang kemudian dibakar di atas bara api. Daging yang digunakan adalah ayam, kambing, sapi dan lainnya. Kuliner ini dijajakan dari kaki lima hingga restauran bintang lima. Biasanya ada nama daerah atau nama pemiliki resep yang melekat dari sebuah kedai sate. Seperti Sate Padang, Sate Madura, Sate Matang. Pasti bertanya-tanya apakah Matang merupakan nama daerah? Iya, Matang adalah sebuah daerah di Kabupaten Bireun, Aceh. Sate Matang menjadi salah satu andalan kuliner di Bumi Serambi Mekkah.   Sate & Gule HM. Harris Garut Lantas bagaimana dengan Warung Nasi Sate yang menggunakan nama pemilik sebagai ciri khasnya? Sate HM Harris merupakan salah satu warung nasi sate yang melegenda di Indonesia. Awalnya saya hanya mengetahui jika warung ini hanya berada di Jl. Asia Afrika No. 155 (Simpang Lima),

Sanger Espreso Dari Fudo

  Mencari segelas sanger di Kota Bandung, tentunya bukan perihal yang mudah. Beberapa kedai kopi yang dikunjungi terkadang kebingungan dengan apa itu sanger. Sanger adalah ragam minuman kopi yang khas dari Aceh. Selain terkenal dengan kopi hitamnya, Bumi Serambi Mekkah juga mempunyai minuman khas bernama sanger. Masih berbahan baku dari kopi, hanya saja dipadukan dengan susu kental manis dan sedikit gula. Keberadaan gula tentunya tidak mengurangi dominasi kopi yang sangat kuat. Sehingga aroma yang dihasilkan tetap bercitarasa kopi yang sangat kuat. Jika tak terlalu memahami citarasa ini, rasa sanger akan berubah menjadi kopi susu. Beberapa kawan bahkan menyebutkan bahwa sanger ini ada pahit-pahitnya.

Makan Daging Kuda di Dolok Sanggul

"Sudah sampai dimana?" "Siborong-Borong Bang" "Tolong belikan daging kuda nanti di Dolok Sanggul ya" "Oke Bang, beres"    Lae Limbong dan Bapak Uda Lubuk Linggau Mendengar percakapan antara Bapak dengan Bapak Uda (Adik Bapak dalam Silsilah Batak) melalui telepon adalah hal yang biasa. Bapak selalu menghubungi kerabat kami sepanjang waktunya. Jadi sangat lumrah jika mendengar Bapak sekedar menanyakan kabar dan keadaan keluarga kami lainnya. Tetapi sekali ini saya kaget dan heran mendengar Bapak memesan daging kuda. Seperti sangat awam dalam pikiran, seperti kali pertama makan daging rusa di Calang, Aceh Jaya. Terlebih karena kuda adalah hewan peliharaan yang jarang ditemukan di pasaran. Rasanya aneh jika harus menyembelih dan mengkonsumsi dagingnya. Dan ketika Bapak Uda yang berangkat dari Lubuk Linggau sudah tiba di Desa Aek Nauli, tanah kelahirannya, barulah saya percaya bahwa daging kuda itu benar adanya. Tapi keraguan itu masih ada, apakah lay

Sarapan Pagi di Pasar Way Halim

Sepekan lalu kembali menginjakkan kaki ke Daratan Bumi Sang Ruway Jurai. Mungkin ini perjalanan penutup tahun 2014. Kembali perjalanan kali ini bersama Ezik Zikra Muallimin. Kawan bermain beberapa tahun terakhir. Banyak tempat kuliner yang tersebar di Bandar Lampung. Sehingga membuat kami bingung akan dimulai dari mana pagi ini. Sebenarnya kemarin sudah lebih dulu tiba siang hari di Bandar Lampung. Tidak mau berasumsi lebih jauh, maka makan siang kali itu diselesaikan dengan menikmati hidangan Rumah Makan Begadang. Pagi itu mencoba berkeliling kawasan PKOR sebagai Landmark Bandar Lampung. Sebenarnya tidak ada alasan kuat kenapa saya katakan sebagai Landmark, tetapi sekilas terlihat disana beberapa bangunan pusat kebudayaan kabupaten-kabupaten di Propinsi Lampung. Mungkin saat itu masih terlalu pagi, sehingga belum timbul selera untuk menikmati sarapan pagi di lokasi ini.

Canai Mamak Kualalumpur

Banda Aceh petang itu baru saja diguyur hujan. Cuaca yang biasanya gerah meski sudah gelap sudah tak asing bagi warga. Maklum saja Banda Aceh sangat dekat dengan laut. Seperti daerah pesisir kebanyakan suhu udara yang cukup tinggi menjadi identitas yang sangat berbeda dengan daerah dataran tinggi. Sejuk kali ini terasa nyaman. Apalagi ketika jalanan nyaris terbebas dari debu debu yang beterbangan. Disini tidak seperti Balikpapan, dimana jalanan kerap dibersihkan bahkan di pel sehingga tidak ada lumpur mengering yang akan menghasilkan debu.   Bahkan ada peraturan disana, bahwa setiap kendaraan bermotor tidak boleh mengotori aspal jalan raya. Asumsinya bahwa ban tidak boleh berlumpur dan muatan tidak boleh tercecer di jalanan. Semoga kelak Banda Aceh juga bisa seperti Balikpapan yang notabene bukan kota Madani. Cuaca seperti ini memang akan sangat jarang ditemukan di Kutaraja. Sehingga saya bersemangat untuk menikmati kuliner yang tak jauh dari kediaman. 

Angkringan Banda Aceh rasa Yogyakarta

Dari tepi jalan menuju pelabuhan Ulhe Lhe sekilas kedai ini tak terlihat. Letaknya sebelah kiri jalan kira kira 1km dari Museum Tsunami. Nyaris tepat di seberang Dhapu Kupi Ulhe Lhee. Sebuah gerobak khas angkringan di Pulau Jawa terlihat menyambut tamu yang berkunjung. Tampak cirri khas teko alumunium di tepi gerobak. Biasanya teko ini berisi air panas yang terdapat bara api di bawahnya. Tak asing layaknya gerobak angkringan yang sering saya lihat di Jogja. Beberapa nampan plastik turut bersanding menampung beberapa jenis gorengan. Ah jadi ingat Weleri, dulu sering berkunjung kesana. Tak jarang pula menikmati jajanan khas angkringan disana. Dulu kalau sehabis belanja atau membantu pekerjaan rumah kerap diberi uang jajan sama Mak Tua. Seribu rupiah memang tak banyak, tapi cukup untuk segelas es teh manis dan 2potong gorengan. Sekarang entah berapa harganya di Weleri sana. Beberapa potong sate telur puyuh turut meramaikan tempat jajanan gerobak saat itu. Ada juga sate ati ampela b