Skip to main content

Mencicipi Manisnya Gula Aren Tradisional dari Tangan Tangan Terampil di Pesawaran Lampung


Gula merah adalah salah satu jenis gula tradisional yang dibuat dari nira aren. Gula merah memiliki cita rasa yang khas dan umumnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan kue tradisional. Bahkan gula merah juga digunakan untuk menemani secangkir kopi. Di Indonesia, pembuatan gula merah telah menjadi kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat pedesaan.


Di Dusun Umbul Gading, Desa Grujugan Baru, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran, masyarakan memproduksi gula merah secara tradisional.  Pak Maman merupakan salah satu pembuat gula merah dari Dusun Umbul Gading tersebut. Sehari hari, Pak Maman dan istri memproduksi gula merah tersebut.


Untuk menuju wilayah ini, kami berkendara melintasi Kecamatan Sukoharjo di Kabupaten Pringsewu. Selanjutnya mengarah masuk ke kawasan Roworejo. Kami masuk terus ke dalam hingga melintasi Alun Alun Pekon Pandansari, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu. Hingga kami mendapatkan simpang empat dan berbelok ke kanan menuju Dusun Umbul Gading. Awalnya sempat ragu, mengingat kondisi jalan yang makin mengecil. Hingga akhirnya kami menemukan gubuk kecil di sebelah kiri jalan. Gubuk tersebut dibangun tepat di kebun Kelapa Aren. Dari jauh terlihat jelas jirigen warna warni yang bergantungan di pohon aren.

Pak Maman dan Istri menyambut kami dengan ramah. Sembari mengolah aren, beliau dengan lugas menuturkan proses pembuatan gula aren dari awal hingga akhir.

Proses pembuatan gula merah oleh Pak Maman dimulai dengan pengumpulan nira aren dari pohon aren yang tumbuh di sekitar kebunnya. Pak Maman memanjat sendiri di setiap batang aren yang dimilikinya. Setiap pohon nira telah dipasang jirigen-jirigen untuk menampung air nira. Dari setiap batang yang terkumpul, air nira kemudian dikumpulkan kembali ke dalam jirigen besar.


Dalam satu hari, Pak Maman biasanya mengumpulkan air nira hingga 3 jirigen besar ukuran 30liter. Selanjutnya air nira tersebut dicampur dengan adonan kapur. Kemudian dimasak dalam kuali besar. Bahan bakar yang digunakan adalah kayu yang berasal dari kebunnya sendiri. Tentunya hal ini akan menghemat biaya produksi.  Nira yang sudah dikumpulkan harus segera dimasak agar tidak mengalami fermentasi dan terhindar dari kontaminasi bakteri.

Selanjutnya, nira aren yang sudah masuk ke dalam wajan tersebut akan dipanaskan dan diaduk secara terus menerus menggunakan kayu yang berbentuk pipih panjang menyerupai kayuh perahu. Api yang terus menyala akan mempercepat proses penguapan air yang terkandung dalam nira aren sehingga konsentrat gula yang tinggi dapat terbentuk. Proses pemanasan dan pengadukan dilakukan selama beberapa jam hingga nira aren berubah warna menjadi coklat kehitaman.
Nira yang dimasak harus terus diaduk agar tidak kering dan mengeras. Warna nira yang menyerupai air akan berubah menjadi cokelat gelap. Warna ini menandakan bahwa gula merah mulai terbentuk.


Setelah konsentrat gula terbentuk, selanjutnya Pak Maman akan mengeluarkan gula merah dari kuali menggunakan gayung. Cairan kental yang sangat panas tersebut dituangkan ke dalam cetakan dari batang bambu. Bambu tersebut dipotong dengan diameter 5-8cm dan dengan ketebalan 3-5cm. Proses ini berlangsung sangat cepat. Jika terlalu lama, maka gula merah dalam kuali akan langsung mengeras. Tidak butuh waktu lama, setelah 10 menitan, gula merah tersebut dapat dilepaskan dari cetakkannya.

Gula merah hasil produksi Pak Maman memiliki cita rasa yang khas dan kualitas yang baik. Aroma yang dihasilkan sangat wangi. Setiap hari pasangan ini mampu memproduksi hingga 20kg gula aren. Gula aren tersebut jarang sekali dipasarkan hingga ke pasar secara langsung. Karena sudah dipesan oleh para penjual gula merah.



Dalam proses pembuatan gula merah, Pak Maman selalu memperhatikan faktor kebersihan dan kualitas bahan baku yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan dan memastikan keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Oleh karena itu, gula merah hasil produksi Pak Maman memiliki reputasi yang baik di kalangan konsumen.

Sejatinya produksi gula merah tidak hanya berakhir di produk akhir saja. Pemerintah setempat dapat berkolaborasi dengan masyarakat untuk menjadikan proses pembuatan gula aren ini sebagai edu wisata. Tentunya hal ini akan menjadikan masyarakat dapat lebih mengenal dan mengapresiasi produk gula merah dari aren hasil produksi Pak Maman, sekaligus memahami proses pembuatan gula merah dari aren secara lebih mendalam. Selain itu, dengan membeli produk gula merah dari aren, masyarakat juga dapat membantu memperkuat perekonomian lokal dan menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di sekitar wilayah Dusun Umbul Gading.

Untuk menemui Pak Maman, dapat mencari beliau di Dusun Umbul Gading.
Desa Grujugan Baru, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran.
Pak Maman dapat dihubungi melalui 083121815298






Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen