Skip to main content

Menikmati Sensasi Ikan Marlin di Mie Bruek U Blang Bintang Aceh Besar

 


Siapa yang tidak kenal dengan kelezatan Mie Aceh. Mie yang dimasak dengan beragam rempah. Inilah yang menjadikan Mie Aceh mempunyai citarasa yang tinggi. Sehingga banyak orang yang menjadi peminatnya. Uniknya lagi Mie Aceh selalu dilengkapi dengan acar irisan bawang, kerupuk emping atau kerupuk biasa. Mie yang disajikan dapat berupa mie basah dan mie goreng. Meski demikian, jika disadari setiap pedagang Mie Aceh sejatinya mempunyai rasa yang khas.

Seperti Mie Bruek yang kami sambangi. Kedai mie ini seperti kebanyakan kedai mie tradisional di Aceh. Lokasinya berada di tepi jalan. Jika dari arah Bandara Sultan Iskandar Muda menuju Bundaran Lanud, posisinya di sebelah kiri jalan. Tepat sebelum halte Trans Kutaradja. Sebuah plang papan nama kecil memperlihatkan nama Mie Bruek disana. Kedai ini terlihat sangat sederhana. Dibangun menggunakan kayu dan papan setengah tiang. Sehingga pelanggan dapat melihat meja dan kursi dari luar kedai.

Sebuah spanduk yang mencolok bertuliskan "Mie Bruek 'U". Di bawahnya ada tulisan Gisa Lom Pajoh Ata Soeth. Ada tagline menarik lainnya dalam bahasa Aceh "Mangat Peugah Bak Ngon, Hana Mangat Peugah Bak Anzah Panas" sepertinya tulisan ini bermakna "Jika Nikmat Sampaikan Pada Teman, Jika Tidak Nikmat maka sampaikan pada Pak Anzah Panas". 



Lantas apa menariknya Mie Bruek 'U ini? Jika di Calang, Aceh Jaya kita bisa menemukan Mie Aceh Gurita Lamno, maka disini kita bisa menikmati sajian Mie Aceh Ikan Marlin. Disebut ikan Marlin karena ada kemiripan dengan marlinspike yang digunakan para pelaut. Ikan marlin memiliki tubuh yang memanjang, moncong atau paruh seperti tombak, dan sirip punggung yang panjang dan kaku yang memanjang ke depan membentuk jambul. Ikan ini mempunyai kecepatan yang sangat lincah di daerah tropis. Sehingga menjadi incaran banyak pemancing di laut Indonesia.

Penggunaan ikan marlin dalam seporsi Mie Aceh, sepertinya membuat saya bertanya tanya. Seperti apa rasanya nanti. Kedai ini buka mulai pukul 3 sore hingga 12 malam. Hanya saja, jika mie yang disediakan telah habis, akan diganti dengan mie instan. Tentunya tidak akan mengurangi selera kita karena menggunakan bumbu yang sama. Seorang Bapak yang belum terlalu tua menyambut kami dengan rasa. Hal ini jarang juga kami temukan di kedai mie lainnya. Beberapa porsi mie marlin tentunya menjadi pesanan kami malam itu selepas magrib. 

Ketika mendekat tempat masak, Bapak tersebut mengajak untuk mendekat. Sembari mengiris bumbu sayuran yang akan digunakan, beliau menceritakan bagaimana perjalanan Mie Bruek 'U ini. Berdasarkan penuturan beliau, Mie dan Ikan Marlin didapat dari Pasar Lambaro, Kabupaten Aceh Besar. Mie yang digunakan tanpa menggunakan formalin. Habis tidak habis, akan dibuang pada malam hari. Hanya saja menurut beliau, 20kg mie di hari biasa akan ludes kurang dari jam 9 malam. Jika di akhir pekan, beliau akan menambah porsinya hingga mencapai 30kg mie. Wajar jika saya terkagum kagum mengingat jumlah mie 30kg ini bukan jumlah yang sedikit. 



Satu persatu bumbu yang digunakan dimasukan ke dalam kuali besar. Saya sempat terkaget ketika beliau menjatuhkan penutup kuali. Suaranya keras dan sangat nyaring sekali. Ternyata pengunjung lainnya juga sempat terkaget. Tetapi sebentar saja, kami tertawa bersama sama. Beliau sudah berjualan Mie Marlin ini sejak lama. Bahkan jauh sebelum namanya tersohor karena Tiktok dan Instagram. Meski sudah sangat terkenal, beliau tetap menjaga citarasa dagangannya. Saya sempat diberitahu bahwa kedai ini ada jadwal hari liburnya. Hanya saja saya lupa. Untuk berkunjung kesana, kawan kawan dapat menghubungi beliau di 081360631971.

Seporsi Mie Marlin telah terhidang di meja. Sebuah piring beralaskan daun pisang menjadi alas dari hidangan tersebut. Kuahnya kental sekali berwarna merah kecoklatan. Dari aroma saja sudah tercium bahwa makanan ini mengandung rempah rempah yang sangat kuat. Beberapa iris asam disediakan juga sebagai temannya. Langsung saya peras dan airnya membanjiri sekujur mie. Aromanya menambah kesegaran. Saya sempat mencari, seperti apa sosok ikan marlin yang digunakan. Ternyata sudah diiris-iris, bentuknya sangat menyerupai daging rusa. 

Sepiring acar dengan irisan bawang langsung saya tabur ke mie tersebut. Saya sempat lupa untuk meminta kerupuk biasa saja. Karena kurang terlalu suka dengan keripik emping. Tapi tak apalah, sekali kali sepertinya perlu juga makan mie dengan emping. Mie yang digunakan sepertinya mirip dengan mie kebanyakan yang ada di Banda Aceh. Seperti mie milik Si Nyak di Elcomandante Coffee. Tetapi ada rasa lain dari kuah yang disediakan. Rasanya lebih ke segar dan sangat terasa rasa karinya. 

Meski menggunakan ikan laut, tetapi aroma amisnya tidak terlihat. Saya sangat menikmati sekali Mie Marlin malam itu. Ikan yang menyerupai daging rusa ini sangat lunak dan tidak terlihat ada tulang di dalamnya. Sehingga kami dapat menyantapnya dengan lahap. Bahkan saya lupa bahwa Marlin berasal dari klan ikan, karena bentuknya benar benar mirip daging rusa. Hanya saja ikan marlin ini tidak berserat.


 

Tidak salah memang Ruhul, Wanhar, Qarel, Mahfud membawa saya untuk menikmati Mie Marlin yang benar benar lezat rasanya. Seporsi Mie Marlin Spesial dikenai harga 20 ribu rupiah. Begitu juga dengan Indomie Marlin Spesial juga dikenai harga 20 ribu rupiah. Harga yang benar benar terjangkau dengan rasa yang sangat mempesona lidah. Sedangkan Mie Marlin Biasa dibanderol dengan harga 12 ribu rupiah. Jika ingin merasakan sensasi yang berbeda, kalian dapat memesan Mie Marlin Spesial Telur. Menu ini dibanderol dengan harga 30 ribu rupiah. Owh iya, makan mie malam ini dibayari oleh Egi yang sedang merantau jauh di seberang.

Tenang saja, bagi kalian yang tidak menyukai ikan laut, kedai ini juga menyediakan Mie Aceh biasa dengan rasa yang tidak jauh berbeda. Rasanya sangat disayangkan jika sudah ke Banda Aceh atau Aceh Besar, jika tidak mampir ke Mie Bruek 'U di Blang Bintang. Tepatnya tidak jauh dari Bandara Sultan Iskandar Muda.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen