Skip to main content

Menelisik Sejarah Candi Gedong Songo: Sisi Lain Destinasi Wisata Jawa Tengah

 

 
Candi Gedong Songo (sumber: https://visitjawatengah.jatengprov.go.id)

Beberapa hari belakangan saya mengikuti Akun Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang di media sosial instagram. Niatnya sederhana saja, karena ada akun yang mempromosikan lomba menulis blog dengan tema "Pesona Wisata Kabupaten Semarang". Ada satu syarat yang membuat dahi saya sedikit mengernyit dan akhirnya berpikir. Jika syarat mempromosikan akun media sosial itu sudah biasa, apalagi mempromosikan lokasi wisata. Sudah barang tentu ini menjadi alasan kuatnya. Tetapi ada yang menarik dari sekian banyak persyaratannya, setiap penulis wajib menyertakan kisah-kisah legenda maupun sejarah yang berkaitan dengan destinasi wisata yang akan diulas. Menurut saya pribadi, ini yang menjadi perlombaan menulis blog ini semakin menarik. Para peserta tidak hanya mempromosikan wisata sebuah daerah, tetapi sekaligus menyampaikan edukasi mengenai cerita legenda dan sejarah suatu wilayah. 

Jujur sebenarnya juga saya bingung akan menulis apa, jika mengikuti perlombaan ini. Belasan tahun tinggal di Banda Aceh, sepertinya Kabupaten Semarang belum menjadi pilihan untuk saya kunjungi. Bahkan setahun terakhir saya tinggal di Bandung, saya juga belum kepikiran untuk menyambangi Kabupaten Semarang. Padahal 2 minggu lalu, saya melintasinya saat kembali dari Wonogiri-Solo ke Bandung via Ungaran. Bahkan saat menyambangi Pekalongan - Semarang sebelum bulan puasa kemarin, belum terbersit niat untuk mampir ke Kabupaten Semarang. 

Tapi tak apalah, dengan perlombaan ini, akhirnya membuat saya harus melihat lihat apa saja destinasi wisata yang ada di Kabupaten Semarang. Pusara pikiran saya mengarahkan sebuah link yang ada di profil instagram Dinas Pariwisata Kabupaten Semarang. Ternyata saya dihubungkan dengan sebuah aplikasi di Playstore yang berjudul APIKS. Aplikasi dengan logo sebuah candi berlatarkan Wayang Gunungan. Warna warninya membuat semakin menarik. Di bawah tulisan APIKS tertera tulisan KamiSatu Kabupaten Semarang. Setelah terinstal, saya masuk ke aplikasi tersebut. Pada aplikasi tersebut mempunyai beberapa fitur pilihan seperti wisata, umkm, hotel, desa wisata, budaya, event, guide, rental mobil, transportasi, pasar/swalayan, agenda liburan dan banyak lainnya. Fitur-fitur ini membuat saya kagum, bagaimana mungkin satu aplikasi bisa memborong semua kebutuhan wisatawan secara bersamaan. Dan satu lagi, ini inisiasi Dinas Pariwisata. Bukankah patut diapresiasi bukan?

Selanjutnya saya pilih fitur wisata. Sebentar saja, aplikasi memunculkan halaman pertama yang menggambarkan Candi Gedong Songo. Alih alih hendak membuat konten artikel, tampaknya Candi Gedong Songo cocok dengan persyaratan yang ada di lomba blog wisata di atas. Tak hanya itu, telinga saya yang awam ini tampaknya lebih familiar dengan Candi Borobudur ketimbang Candi Gedong Songo meski lokasinya sama sama di Jawa Tengah. Jadi baiknya, candi ini saja yang kita telusuri. Toh setelah menelusuri halaman google scholar, beberapa karya tulis ilmiah menjadikan Candi ini sebagai pusara objek penelitiannya.

Sejarah Gedong Songo

Sebuah artikel di situs kompas.com menjelaskan bahwa Candi Gedong Songo dibangun pada masa Pemerintahan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Bangunan bangunan ini dibangun pada masa Kerajaan Mataram Kuno abad ke 8. Penyebutan Gedong Songo ternyata mempunyai sejarah yang panjang. Sepertinya literasi sejarah sempat terputus hingga akhirnya di era tahun 1804 seorang Negarawan Britania menemukan candi ini. Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, nama penemu Candi Gedong Songo. Putra dari lepas pantai Jamaica ini dilahirkan pada tanggal 6 Juli 1781. Raffles meniti karir pada East India Company (EIC). Karena kepiawaiannya, pada tahun 1804 Raffles dipindahkan ke Penang. Pada jabatan barunya, Raffles diberikan kedudukan sebagai Asisten Sekretaris Kepresidenan untuk wilayah Malaysia. Saat membaca di awal, saya sempat bingung karena nama Raffles mengingatkan saya pada sebuah bunga Rafflesia dan nama Perusahaan Otobus Putra Rafflesia di Bengkulu. Yang membingungkan lagi adalah, pada tahun 1804 Raffles dipindahkan ke Penang, dan tahun yang sama juga beliau menemukan Candi Gedong Songo. Atau mungkin penemu Candi Gedong Songo itu orang yang berbeda, atau setelah menemukan Candi Gedong Songo kemudian Raffless dipindahtugaskan.

Bertahun tahun tinggal di Penang membuat Raffles banyak mempelajari budaya dan bahasa Melayu. Bahkan Pemerintah Inggris menunjuk Raffles menjadi penerjemah khusus Bahasa Melayu. Hal ini tentunya menjadi modal besar Raffles untuk "menyeberangi" Semenanjung Malaysia. Oleh karenanya Pemerintah Inggris menugaskan Raffless untuk menjadi Gubernur Letnan di Jawa pada tahun 1811. Jika memang Raffles adalah orang yang sama dengan penemu Candi Gedung Songo, mungkin saja di masa ini Raffles menemukan artefak bersejarah tersebut. Dan memperkirakan bahwa candi tersebut berasal dari tahun 1804. Atau memang Raffles sudah menemukan candi tersebut sebelum bertolak ke Penang. Atau memang pemikiran saya ini keliru semua hehe.

Satu hal yang menambah informasi saya karena mengikuti lomba penulisan blog ini adalah Sir Thomas Stamford Bingley Raffles merupakan penemu bunga bangkai yang diberi nama Rafflesia Arnoldi. Raffles menemukan bunga bangkai ini saat dipromosikan untuk menjabat menjadi Gubernur Bengkulu.

Saat ditemukan oleh Raffles, candi-candi tersebut berjumlah 7 buah. Songo jika diterjemahkan dari Bahasa Jawa ke Bahasa Indonesia adalah 9. Informasi ini  menambah panjang perjalanan sejarah Candi Gedong Songo. Karena hanya ada 7 candi tetapi dinamakan Songo (9). Hingga akhirnya beberapa literasi menyebutkan bahwa nama candi candi tersebut adalah Candi Gedong Pitu.

Belum diketahui tanggal tepatnya, tetapi pada kisaran tahun 1908 hingga 1911 akhirnya ditemukan kembali 2 candi lainnya. Adalah Van Stein Callenfels seorang arkeolog dari Belanda menjadi orang yang menemukan 2 candi tersebut. Maka lengkap sudah Candi Gedong Songo menjadi 9 candi sesuai dengan namanya. Lantas mengapa disebut Candi Gedong Songo? Dalam Bahasa Jawa, Gedong dapat diartikan sebagai bangunan. Sehingga Candi Gedong Songo dapat diartikan sebagai Bangunan Candi yang berjumlah 9 atau 9 Bangunan Candi. Sejarah berlanjut karena Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pemugaran terhadap  Candi Gedong Songo di kurun waktu 1928-1929. Candi candi tersebut tidak hanya mengalami pemugaran satu kali saja. Pada tahun 1972 hingga 1982, kurang lebih 10 tahun lamanya, Pemerintah Indonesia turut melakukan pemugaran pada Candi Gedong Songo.

Candi Gedong Songo

 
(sumber: https://kabsemarangtourism.id)

Sebuah akun youtube bernama Raekhan Channel membawa saya bertualang menyusuri Candi Gedong Songo secara digital. Lokasi wisata ini mempunyai akses jalan masuk yang sudah sangat memadai. Tatanan huruf besar bertuliskan Candi Gedong Songo menyambut setiap pengunjung yang datang di pintu masuk. Untuk bus dan kendaraan besar sudah diarahkan untuk parkir di lokasi yang telah disediakan. Manajemen yang apik tentunya, sehingga tidak menyebabkan kemacetan di pintu masuk. Pun demikian dengan kendaraan roda dua dan roda empat lainnya telah disediakan kantung kantung parkir yang sangat memadai. 

Sebuah papan nama bertuliskan Jalan Kyai Bidayah menjadi titik henti para pengunjung. Di sana terlihat banyak kendaraan terparkir dengan rapih. Barisan anak tangga tersusun rapih, terlihat jelas dari area parkiran. Itulah jalan menuju loket penjualan tiket masuk.  Yang menyenangkan di sini adalah, tarif tiket masuk sudah diinformasikan dengan jelas. Di kaca loket tertulis bahwa tiket pengunjung domestik sebesar Rp 10.000,00 sedangkan untuk pengunjung mancanegara dikenakan retribusi masuk sebesar Rp 75.000,00. Harga yang sangat terjangkau bukan?

Penunjuk arah jalan membawa pengunjung untuk melangkah ke pintu masuk. Kawasan ini tertata rapih sejak di awal. Destinasi wisata Candi Gedong Songo juga sudah sangat instagramable. Sebelum melangkah masuk, pengunjung dapat mengabadikan momen dengan foto berlatarbelakangkan tulisan Candi Gedong Songo. Lagi lagi saya harus berdecak kagum, digitalisasi tourism tidak hanya melalui aplikasi saja. Pengunjung harus melakukan scan barcode tiket di pintu masuk. Tentunya hal ini dapat meminimalisir adanya pemalsuan tiket dan mempermudah pengelola untuk mencatat jumlah pengunjung harian.

Di beberapa titik kawasan Candi Gedong Songo terdapat papan informasi yang jelas. Salah satunya adalah informasi paket berkuda. Tentunya hal ini menambah semarak kawasan ini. Adanya layanan jasa berkuda dapat memudahkan pengunjung untuk menyusuri candi yang satu ke candi yang lain. Saya tidak bisa membayangkan jika harus berjalan kaki mengelilingi setiap sudut candi. Papan informasi juga menunjukkan beberapa papan penunjuk arah menuju candi-candi yang ada di sana dan informasi tentang toilet, mushala, tempat makan dll. Memang beginilah seharusnya tempat tujuan wisata, menyediakan fasilitas yang lengkap untuk pengunjung. Sehingga pengunjung tetap nyaman dalam beraktifitas.

Jalan menuju candi candi tersebut sudah dibangun dan nyaman untuk pedestrian. Menariknya saya seperti melihat trotoar di pusat kota. Terdapat garis berwarna kuning yang biasa disebut dengan guiding block atau jalan pemandu yang merupakan fasilitas bagi penyandang disabilitas. 

Berdasarkan literasi yang saya baca, kawasan Candi Gedong Songo ini terdiri dari 5 kumpulan candi. Pada sisi timur bukit terdapat dua titik, di utara terdapat dua titik, dan satu lagi terdapat di sisi barat bukit. Setiap candi yang terdapat disana, ternyata mempunyai makna yang mendalam. Candi yang berada di lingkungan I menjadi simbol kejantanan dan kesuburan. Hal ini tampak dari bagian candi yang terlihat bentukan yoni tanpa lingga. Kawasan ini berada di ketinggian 1.208 mdpl.

Di bagian lain, Candi yang berada di kawasan II terlihat masih sangat utuh. Letaknya berada di ketinggian 1.297 mdpl. Saya belum mendapatkan literasi yang kuat terkait keberadaan Candi di kawasan III. Tetapi ada yang menuliskan bahwa Candi di lokasi ini memiliki hiasan stupa di bagian atasnya. Candi ini juga menjadi satu-satunya candi yang menggunakan makara atau arca yang berbentuk kepala gajah. Candi di kawasan IV berada di ketinggian 1.295 mdpl. Di lokasi ini terdapat sebuah candi yang masih utuh. Di sekitarnya terdapat puing puing reruntuhan candi. Puing puing ini menambah suasana yang membawa kita ke masa lampau. Sedangkan Candi di kawasan V berada di ketinggian 1.308 mdpl. Disini terdapat sebuah candi yang masih utuh dengan hamparan reruntuhan candi yang terlihat di sekitarnya.

Menariknya diantara kawasan Candi III dengan Candi IV terdapat sebuah kepunden gunung. Dari sana mengalir air panas yang mempunyai kandungan air belerang yang tinggi. Tentunya pengunjung dapat berendam dan mandi air belerang di kepunden gunung tersebut. Hal ini juga yang menjadi daya tarik masyarakat untuk mengunjungi Candi Gedong Songo di Kabupaten Semarang.

Candi Gedong Songo merupakan kumpulan candi yang terdiri  sembilan candi. Tetapi beberapa artikel menyebutkan bahwa hanya terdapat delapan saja yang dapat terlihat. Saya juga belum menghitungnya secara langsung. Kokon posisi candi yang terakhir sangat tersembunyi. Bahkan ada artikel yang menyatakan jika candi tersebut dilarang untuk dikunjungi. Konon pula katanya, siapapun yang berhasil melihat candi kesembilan akan mengalami ketidakberuntungan dalam hidupnya. Tetapi beberapa referensi menyatakan terbalik, bagi siapapun yang berhasil melihat sembilan Candi Gedong Songo niscaya hidupnya akan mengalami keberuntungan. Toh secara sederhana saya berpikir, apakah mungkin para pendahulu kita membuat bangunan bangunan bersejarah untuk hal hal yang kurang baik. Semoga saja tidak. 

 Festival Gedong Songo

 
Festival Gedong Songo (sumber: jatengprov.go.id )

Sebuah artikel di situs Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menambah literasi saya terkait Candi Gedong Songo. Destinasi wisata ini tidak hanya menjadi situs bersejarah saja. Ada kebudayaan berharga yang masih berlangsung hingga saat ini. Kebiasaan tersebut terus diukir melalui pergelaran Festival Gedong Songo. Seperti adat budaya masyarakat Jawa yang kerap melakukan gotong royong, demikian juga dengan festival ini. Masyarakat sekitar bersama "orang tua adat" melakukan kegiatan bersih bersih atau resik resik. Kegiatan dilaksanakan di sekitar lingkungan candi.

Biasanya acara festival seperti ini menjadi target kunjungan para wisatawan. Mereka berniat datang tidak hanya untuk menikmati wujud bangunannya saja. Mereka juga ingin merasakan atmosfer sebuah festival. Berinteraksi dengan para pelaku festival juga menjadi sebuah pengalaman yang berharga. Festival Gedong Songo secara tidak langsung telah menumbuhkan keinginan para pengunjung untuk datang ke sana. Melalui festival ini juga menebarkan informasi bahwa budaya gotong royong dalam membersihkan lingkungan masih menjadi budaya yang mengakar di Jawa Tengah.

Menjaga kebersihan lingkungan turut memperpanjang umur Candi Gedong Songo. Tentunya ini juga membuat peluang waktu kami yang belum pernah kesana semakin panjang. Sehingga berharap kelak dapat menyambangi Candi Gedong Songo secara langsung. Amin.


Kemudian pada sekitar tahun 1908 hingga 1911, arkeolog asal Belanda bernama Van Stein Callenfels menemukan dua bangunan candi tambahan. Sejak saat itu, namanya berubah menjadi Candi Gedong Songo dan pernah dilakukan pemugaran sebanyak dua kali. Pemugaran pertama dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1928 hingga 1929. Sedangkan pemugaran kedua pada 1972 hingga 1982 oleh Pemerintah Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Candi Gedong Songo: Sejarah, Fungsi, dan Kompleks Bangunan", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/28/110000279/candi-gedong-songo--sejarah-fungsi-dan-kompleks-bangunan?page=all.
Penulis : Lukman Hadi Subroto
Editor : Widya Lestari Ningsih

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen