Skip to main content

Menyelami Kearifan Lokal Orang Batak Melalui Tradisi Makan Bersama Henri Sinurat

Makan bersama memiliki makna yang penting dalam budaya orang Batak di Sumatera Utara, Indonesia. Dalam tradisi Batak, makan bersama melambangkan kebersamaan dan solidaritas keluarga atau komunitas. Makanan juga sering dianggap sebagai cara untuk mempersatukan orang-orang, bahkan dalam situasi sulit atau tidak enak.

Baca Juga: Sepenggal Budaya Batak yang Tersimpan di Museum Hutabolon Simanindo

Dalam masyarakat Batak, makan bersama sering dilakukan saat ada acara atau perayaan penting, seperti pernikahan, khitanan, atau upacara kematian. Pada acara-acara tersebut, makanan akan disajikan dalam jumlah besar dan dihidangkan di atas piring besar atau talam. Kemudian talam tersebut diletakkan beralaskan tikar.

Saat makan bersama, biasanya ada aturan-aturan tertentu yang harus diikuti. Misalnya, orang yang lebih tua akan diberikan prioritas dalam memilih makanan dan duduk di tempat yang lebih tinggi dari orang yang lebih muda. Selain itu, ada juga aturan tentang cara memotong daging, mengambil nasi, dan mengambil lauk.

Setiap orang Batak mempunyai kedudukan yang berbeda dipandang berdasarkan silsilahnya. Pada kondisi tertentu seseorang bisa menjadi Tulang (Saudara Laki Laki dari Ibu Kita), dan pada kondisi lainnya bisa saja menjadi Anak atau Bere (Keponakannya Tulang). Kondisi ini juga membuat kedudukan kita yang berbeda. Sekali waktu saat menjadi Orang Tua atau Tulang, kita akan duduk tenang dan dihidangkan makanan di dalam rumah. Sementara saat menjadi Bere, kita harus turut andil dalam menyediakan dan menyajikan makanan saat makan bersama. 

Selama makan bersama, orang Batak cenderung berbicara banyak dan bercerita tentang berbagai topik. Acara makan bersama juga sering diiringi dengan musik dan tarian tradisional seperti gondang. Pada kegiatan makan bersama dalam adat, biasanya pembahasan berkaitan dengan adat yang sedang berjalan. Disini setiap keturunan akan mendapatkan potongan daging atau ikan berdasarkan kedudukannya di adat Marga Batak.

Kondisi ini tentunya berbeda saat kita makan biasa bersama keluarga. Tidak ada musik yang akan mengiringi. Selain itu, diskusi yang muncul biasanya hanya membahas hal hal terkait dengan kehidupan sehari hari. Membahas tentang kondisi alam, pertanian, peternakan hingga obrolan santai lainnya.

Dalam budaya Batak, makan bersama memiliki arti yang lebih dalam daripada sekedar memenuhi kebutuhan nutrisi. Hal ini menjadi bagian penting dari kehidupan sosial masyarakat Batak dan merupakan cara yang efektif untuk mempererat hubungan dan solidaritas antar anggota keluarga atau komunitas.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen