Skip to main content

Gudeg Koyor Mbak Tum: Menikmati Kelezatan Gudeg Empuk dengan Rasa Gurih yang Khas di Semarang

Setelah menikmati suasana Kota Tua di Semarang, ada pesan masuk ke telepon seluler. Mas Widi, seorang kawan di Semarang mengajak berkeliling untuk menikmati malam. Tentu saja saja saya tak menolak itu. Setelah selesai mengopi dengan Daeng Allyz, saya kembali ke penginapan dan bersih-bersih karena Semarang siang itu cukup terik. Rasanya ingin selalu mandi saja dan enggan meninggalkan kamar yang sejuk karena AC.

Menjelang gelap, Mas Widi sudah datang. Ada satu destinasi wisata yang ingin dikenalkannya pada saya malam itu. Jadilah kami melintasi pusat kota membelah malam. Tujuan malam ini adalah menikmati kuliner dari Mbak Tum. Sudah barang tentu sajian yang nikmat, tidak mungkin Mas Widi mengajak ke tempat yang biasa saja.


Gudeg Koyor Mbak Tum adalah destinasi kuliner yang wajib dicoba bagi mereka yang berkunjung ke Semarang. Meskipun gudeg sering dikaitkan dengan kuliner khas Yogyakarta, namun racikan gudeg di Gudeg Koyor Mbak Tum memiliki cita rasa yang berbeda dan lebih gurih. Tempat ini telah ada sejak 1991 dan memiliki tiga lokasi, yaitu di Peterongan (pusat), Jalan Majapahit, dan Purwodadi.

Melihat ramainya pengunjung membuat saya semakin tertertarik untuk membuktikan kelezatan Gudeg Koyor Mbak Tum. Mas Widi malam itu mengajak saya ke Warung Nasi Mbak Tum yang berlokasi di Peterongan. Warung ini menggunakan 2 ruko, satu ruko dikhususkan untuk meracik makanan dan satu lagi untuk area bersantap lesehan. Meski begitu, pengunjung juga bisa memilih untuk makan di area kaki lima di depan warung. Di bagian depan juga terdapat warung tenda bagi pengunjung yang ingin duduk menggunakan kursi.

Salah satu menu andalannya adalah gudeg koyor yang empuk lembut serta lontong opor yang kuahnya gurih mlekoh. Koyor sendiri kata Mas Widi adalah urat sapi. Gudeg koyor merupakan salah satu varian gudeg. Sedangkan gudeng sendiri adalah hidangan tradisional Indonesia yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan berbagai bumbu dan rempah.

 

Mas Widyawan a.k.a Mas Widi


Gudeg koyor sendiri memiliki ciri khas berupa daging sapi koyor yang dimasak bersama dengan nangka muda, sehingga membuat daging tersebut menjadi empuk dan berpadu dengan aroma bumbu gudeg. Gudeg koyor biasanya disajikan dengan lontong atau nasi dan lauk pendamping lainnya seperti ayam atau telur. Jika kalian singgah kemari, jangan takut karena Mbak Tum menyediakan nasi dan juga lontong. Kita tinggal bebas memilih saja.

Belakangan saya baru tahu jika Gudeg Koyor merupakan salah satu hidangan yang populer di Semarang, Jawa Tengah. Gudeg Koyor adalah nasi gudeg yang diracik dengan lauk utama koyor alias urat sapi. Meskipun tampilannya mirip dengan kikil, koyor lebih besar, tebal, dan masih mengandung bagian daging. Mbak Tum mengolah koyor dengan teknik khusus hingga menjadi super empuk. Pengunjung dapat menyaksikan Mbak Tum meracik nasi gudeg koyor langsung di hadapan mereka. Semua lauk dan pelengkap nasi gudeg ditempatkan dalam baskom besar di depannya. Setiap pengunjung yang datang akan berbaris rapih untuk mengantri memesan menu yang diinginkan. Ada jalur khusus untuk pelanggan pesanan online dan bungkus bawa pulang. Wajar saja jika warung ini buka siang hingga malam, semakin malam pengunjungnya malah semakin ramai.

Nikmatnya gudeg koyor terletak pada kelembutan daging sapi koyor yang bercampur dengan rasa manis gurih dari gudeg nangka yang sudah matang dengan sempurna. Daging koyor sendiri merupakan bagian dari jaringan ikat pada sapi yang mengandung kolagen dan elastin, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk dimasak agar empuk dan lezat. Proses memasak gudeg koyor memakan waktu yang cukup lama dan menggunakan bumbu yang kaya akan rempah, seperti daun salam, lengkuas, dan kayu manis, sehingga memberikan aroma dan rasa yang khas pada hidangan ini. Tampaknya Mbak Tum ini memang piawai dalam mengolah Gudeg Koyor, karena rasanya sangat nikmat dan lembut di lidah.

Sembari menikmati kelezatan masakan Mbak Tum, kami dihibur oleh Bapak-Bapak yang memainkan lagu lagu dengan lantunan Keroncong. Sepertinya lengkap sudah Semarang malam ini, membuat diri yakin benar sedang berada di Jawa Tengah.




Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen