Skip to main content

Aming Coffee Juanda


Hampir setiap daerah di penjuru nusantara mempunyai kopi-kopi unggulan. Sehingga tidak mengherankan jika Indonesia disebut sebagai surganya para penikmat kopi. Bahkan tidaklah berjumawa rasanya jika orang Indonesia saya sebut sebagai penikmat kopi terbesar di dunia. Betapa tidak, kedai-kedai kopi menghiasi setiap sudut kota hingga ke penjuru desa. Tidak hanya coffee shop yang menawarkan entitas modern, kedai kopi tradisional juga hingga saat ini masih menjadi pilihan bagi para penikmat kopi. Setiap warung kopi memang mempunyai pelanggan yang berbeda-beda, tentunya dengan beragam tujuan berkunjung yang berbeda-beda pula. Tetapi pastinya, kopi disajikan untuk dinikmati, bukan untuk pertentangan kelas. Meski sejatinya pertarungan kelas dan gender turut mewarnai kisah perjalanan kebun kopi di berbagai penjuru dunia. Bahkan Verena Stolcke yang jebolan Oxford itu mengangkat kisah perjuangan buruh ladang kopi di Sao Paulo dalam bukunya Coffee Planters Workers and Wives.


 Masyarakat di Indonesia sangat terkenal dengan jiwa merantaunya. Banyak motif yang mendorong semangat tersebut. Dari mencari peruntungan di negeri orang hingga meningkatkan taraf pendidikannya. Hal ini juga yang mengakulturasi kebiasan minum kopi masyarakat Indonesia. Secangkir kopi yang disajikan panas seakan larut dalam budaya budaya suku bangsa yang ada. Sehingga tidak jarang ditemukan kedai kopi dari daerah A berdiri kokoh di sebuah daerah kawasan B. Sebut saja kedai kopi Aceh yang menjamur ke seantero Pulau Jawa. Atau seperti kedai kopi Pontianak yang mempunyai cabang-cabang di ibukota. Hal ini bisa terjadi karena adanya kebiasaan minum kopi para perantau yang jauh dari kampung halamannya.

 
Teras Luar

Alih alih ingin bertemu dengan kawan lama, kedai kopi menjadi mediator yang tepat malam itu di Jakarta. Kedai kopi Aming, atau Aming Coffee menjadi pilihannya. Lokasinya sangat strategis karena sangat dekat dengan penginapan saya kali itu. Kalau toh harus menggunakan transportasi umum, lokasinya tidak terlalu jauh dari Stasiun Kereta Juanda. Karena Aming Coffee berada di Jl. Pintu Air Raya No. 38H, Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Lokasinya tepat berada di tepi jalan besar. Hanya saja memang untuk tempat parkir kendaraan roda empat sangat terbatas.

 
Menu

Dari luar, kedai kopi ini terlihat biasa saja. Seperti kedai kopi kebanyakan. Pada bagian luar terdapat beberapa meja dan kursi yang disediakan. Tampaknya teras depan ini sengaja disediakan untuk mereka yang hobby merokok. Seorang pekerja menyambut kami dengan ramah senyum di depan pintu masuk. Selanjutnya kami diarahkan untuk masuk dan menuju meja kasir untuk pemesanan makanan dan minuman. Benar saja, begitu pintu dibuka, sejuk udara dari AC sangat terasa. Sepertinya memang untuk kaum perokok sengaja ditempatkan di luar ruangan. Kedai kopi ini terbilang cukup luas untuk coffee shop di ibukota. Meja-meja tersusun dengan komposisi 4 bangku, 6 bangku, dan 8 bangku. Konsepnya sangat menarik, terutama untuk pengunjung yang datang secara rombongan. Beberapa foto dan lukisan menghiasi dinding. Mata saya langsung fokus pada tulisan besar yang menyambut pengunjung "Aming Coffee Kopi Legendaris Pontianak Since 1970". Berarti benar cerita orang orang jika Kopi Aming ini sudah ada sejak setengah abad lalu.


 Kami dihadapkan pada meja kasir yang menawarkan beragam menu makanan dan minuman, kopi sudah barang tentu menjadi andalannya. Jenis yang ditawarkan membuat saya seolah sedang berdiri di Pasar Pagi Dokter Wahidin Pontianak. Kopi Kinkit dengan Pisang Goreng Srikaya tentunya sangat Ponti sekali. Menu lain yang ditawarkan adalah Kopi Tarik, Kopi Luwak, Vietnamese Coffee, Kopi Susu Gula Aren. Jika kalian tidak suka kopi, tawarannya adalah coklat, teh, teh tarik, teh susu dan lainnya. Aming Coffee seolah membawa lantunan Pontianak ke Jakarta dengan menghidangkan Pisang Goreng Srikaya Keju dan berbagai toping lainnya seperti Coklat Susu, Keju Susu. Camilan lainnya adalah Chaikue, Kwetiau, Roti Panggang, Telur Setengah Matang, Pangsit Goreng atau Rebus. Jangan takut kelaparan karena disini juga tersedia makanan berat seperti Nasi Goreng, Nasi Ayam, dan Mie Khas Aming.

 
 Ciri Khas Kopi Saring Pontianak

Tepat di sebelah meja kasir saya melihat ada panci besar yang mengepulkan uap panas. Di dalamnya terlihat beberapa gelas kaca yang direndam air panas. Ini yang menjadi ciri khasnya. Tepat di sebelahnya terlihat teko dengan dengan bahan alumunium yang tinggi menjulang. Dari sini lah nantinya kopi dituangkan. Teko ini masih terlihat sangat klasik sekali. Seorang pekerja kemudian menuangkan kopi panas dari sebuah gelas besi/alumunium yang besar. Kopi melewati saringan dan masuk ke dalam teko tersebut. Ini seperti kopi saring di Aceh sana. Terlihat warna kopi hitam kecoklatan, mungkin memang seperti ini tipikal kopi robusta dari Kalimantan Barat.

Tidak lama berselang, menu yang kami pesan siap untuk dihidangkan. Aming Coffee sepertinya mempunyai standar seperti kedai kopi di Aceh. Setiap kopi yang disajikan selalu ditemani dengan segelas air putih hangat. Tetapi cara penyajiannya terbilang unik, gelas kopi ditempatkan di atas tatakan yang terbuat dari kayu. Bersanding dengan air putih yang disajikan secara gratis. Di atas tatakan tersebut juga terlihat sebuah sendok stainles yang dibungkus oleh plastik. Sepertinya Aming Coffee mengedepankan sisi higienis dari setiap alat yang digunakannya. Secangkir kopi saring disajikan malam itu. Terlihat ada buih seperti busa sabun di bagian atas. Sementara pada bagian tengah terlihat air kopi berwarna cokelat, dan bagian bawah jelas terlihat susu yang menggumpal. Jika di Aceh ini menyerupai sanger. Saya masih penasaran mengapa sebenarnya buih yang disajikan bisa sangat halus dan banyak. Sedangkan pesananan lainnya adalah kopi susu. Disajikan dengan cangkir yang berbeda, cangkir keramik yang hanya terlihat pada bagian atasnya saja.

 
 Pisang Goreng Srikaya

Kopi yang disajikan malam itu sungguh panas. Sehingga harus diseruput secara perlahan. Ini yang menambah nikmat dalam menikmati secangkir kopi. Aromanya sangat terasa sejak disajikan. Racikan kopi malam itu sangat soft, sepertinya karena ini kali pertama saya kesana. Mungkin juga akan disajikan racikan kopi yang sangat kuat untuk para penikmat kopi yang memesan secara khusus. Tidak lengkap rasanya jika menikmati Kopi Pontianak tanpa memesan pisang goreng srikaya. Sejak awal saya akan mengira bahwa ada lapisan srikaya di dalam pisang goreng tersebut. Ternyata srikaya yang disajikan terpisah dengan pisang goreng. Srikaya tersebut menjadi selai yang nantinya dioles pada pisang goreng. 

Aming Coffee Juanda ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat pertemuan dengan teman, kolega maupun keluarga. Ruangan di dalam yang terbebas dari asap rokok juga sangat cocok untuk anak anak. Menjelang pukul 9 malam, pekerja di Aming menanyakan pesanan terakhir. Ternyata Aming Coffee Juanda beroperasi sejak pukul 08.00 sampai 21.30 WIB.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen