Skip to main content

Melihat Keunikan Patung Kepala Budha dalam Dekapan Pohon Bodhi di Ayutthaya (Thailand Part 7)

Setelah meninggalkan Wat Phra Si Sanphet pikiran saya terus menerus dihinggapi gambar Kepala Patung Budha pada akar pohon. Ah masa iya sih ada kepala patung yang tersimpan rapih di akar pohon. Sebenarnya saya harus percaya karena sudah melihatnya di media sosial. Ingin beranjak dengan cepat, tetapi Ayutthaya siang ini sangat terik luar biasa. Untungnya jalan yang disediakan sebagai pedestrian dipayungi lebatnya pepohonan. Ketika angin berhembus, amboi sungguh sejuk. Sayangnya tidak terlihat penjaja asongan di sepanjang pedestrian ini. Andai saja ada starling ya, Starbak Keliling seperti di Kota Tua. Mau juga menikmati segelas teh dingin. Kalau di Banda Aceh teh dingin adalah sebutan untuk es teh manis dingin. Beruntungnya lagi siang itu pengunjung tidak terlalu ramai. Jalanan cenderung sepi, tak seramai pagi tadi. Mungkin karena sudah siang, lagi terik.

 

Akhirnya saya berada di ujung jalan. Ini terlihat dari sebuah pintu masuk di hadapan mata. Benar sekali, tadi saya masuk dari pintu belakang. Jadilah seolah saya melawan arus pengunjung lainnya. Di sebuah bangunan yang menyerupai pos penjagaan saya dihadang oleh petugas. Setelah menunjukkan sebuah tiket masuk, beliau lantas mengijinkan. Dari Bapak tersebut saya juga semakin yakin jika sekali membeli tiket di Ayutthaya akan bebas masuk ke tempat wisata lainnya. Seperti tiket terusan yang berlaku seharian penuh. Beliau juga yang memberitahukan keberadaan Patung Budha di akar pohon. Seperti mengusir, beliau menyuruh untuk cepat cepat. Benar saja, ternyata terlihat ada rombongan besar yang akan masuk ke wilayah ini. Tentu akan menghambat jika ingin mengabadikan gambar dengan santai.

Beberapa pengunjung terlihat berkerumun pada sebuah pohon tidak jauh dari keberadaan penjaga tadi. Sepertinya pohon ini yang menjadi tujuan saya kali ini ke Thailand. Yang didamba-dambakan karena belum berhasil menjejakkan kaki di Srilanka. Pohon Bodhi ini mirip sekali dengan Pohon Bodhi yang terletak di Sri Lanka. Sebuah Patung Kepala Budha terlihat menyembulkan dirinya dari balik batang pohon. Jujur saya bingung apakah ini batang pohon atau akar pohon. Karena bentuknya yang tidak beraturan. Sayang sekali yang tersisa dari patung ini hanyalah tinggal kepala saja. Potongan tubuh lainnya hilang dicuri ketika Ayutthaya belum menjadi heritage yang diakui UNESCO. Samar saya dengar dari serang guide di sebelah yang menceritakan kisah bahwa banyak patung-patung yang hilang dicuri ketika kawasan ini belum menjadi pusat wisata.

Ada rasa senang bercampur kesal ketika melihat beberapa patung lainnya seperti kehilangan kepala atau potongan tubuh lainnya. Tapi rasa kagum itu muncul ketika melihat patung-patung ini berhasil diukir oleh pemahat pemahat yang terampil. Pasti dibutuhkan waktu dan tenaga yang terampil untuk membuat sebuah patung. Uniknya lagi bahwa patung-patung ini tidak dibuat di lokasi, melainkan dipindahkan dari satu tempat bahkan tempat lainnya. 


 

Tiba tiba pundah saya ditepuk oleh seorang pemandu. Saya sempat berpikir apa gerangan, apakah ada perbuatan salah yang terjadi. Ternyata ketika saya berswafoto dengan Patung Budha tersebut, beliau menyarankan untuk duduk. Sehingga posisi kepala kita akan sejajar dengan Patung Budha di Pohon Bodhi tersebut. Untunglah diingatkan. Kawan kawan yang nantinya kesana, saya sarankan untuk mengikuti adab atau kebiasaan disana. Sebenarnya ingin berlama-lama menikmati eratnya pelukan Pohon Bodhi terhadap Patung Budha disana. Tetapi suasanya tiba tiba menjadi ramai. Rombongan wisatawan yang datang di belakang saya sudah tiba. Melihat dari google map ternyata loket minibus ke Bangkok tidak terlalu jauh dari sini. Lagu Durini Dapdap dari Simalungun akhirnya menemani jalan kaki siang itu, menyusuri teriknya panas di trotoar. Ini kububuhkan sedikit lirik lagu dan terjemahannya.

Durini Dapdap
 
o...botou jaga do au namin
o ....adik aku selalu menjaga
 
bani bulus ni uhurmin bani bagagal ni holongmin
pada tulusnya hatimu pada besar rasa sayangmu
 
i pamanja-manja ham do au, gabe maharga dirikkin
Engkau sangat memanjakan ku, sehingga jadi berharga diriku ini

hape padanta i larang orang tuamu
ternyata hubungan kita dilarang oleh orang tuamu
 
pasrah mando au botou, manjalo in ganup
aku sungguh pasrah dik, menerima semua ini
 
aha pe rencanani orang tua min
Apapun yang menjadi rencana orang tuamu
 
ai lang satuju nini ia
Mereka tak akan setuju
 
halak masombuh sayangku jadi helani
Harus orang kaya sayangku yang menjadi menantunya
 
mabiar do homa ia
Mereka juga takut
 
mangan durini dap-dap holi ho mangihutkon au
Kamu akan makan duri pagar tanaman jika bersama denganku

torih ma panggattihku sayangku, age pe nadop duda asal kaya
carilah calon penggantiku sayangku, Meskipun duda asalkan dia kaya

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen