Skip to main content

Mampir ke Klenteng Sam Poo Kong Semarang

Semarang, 1 Nopember 2011

Sore itu pesawat yang kunaiki mendarat dengan sempurna di Bandara Ahmad Yani Semarang. Tujuan utama piknik saat itu sebenarnya bukanlah ke Semarang. Kota ini hanyalah persinggahan sementara saja, karena besok ada agenda lain yang akan direncanakan di Sleman. Lantas kenapa tidak langsung mencari penerbangan ke Yogyakarta saja? Atau naik bus dan kereta langsung ke Jogja? Ya karena mau mampir ke Semarang saja. 2 tahun terakhir ini sepertinya cukup rutin menyambangi Simpang Lima. Kenapa begitu, ya karena sedang ingin saja, bukan karena ada sesuatu yang teramat penting.

Dari kejauhan sudah terlihat Riyanda Rinaldi menunggu di pintu kedatangan bandara. Iya betul sekali, dia vokalis Sembrenget Oi, kadang jadi pemain gitar juga, bass pun bisa. Sore ini beliau yang menjemputku di bandara. Meski sebenarnya banyak sekali kawan dan saudara di Semarang bisa dihubungi. Tapi tenang, sekali ini benar benar ingin tenang dan santai. Namanya juga hanya mampir saja. Saya lupa kapan terakhir bersua dengan Riyanda ini, apakah di Semarang atau ketika laga PSMS dijamu oleh Persiraja Banda Aceh di Stadion Dhimurtala, Lampineung. Seperti biasa senyum ceria tak berkurang sedikit darinya.

Bandara Ahmad Yani sepertinya sudah banyak sekali mengalami renovasi. Dari area kedatangan sudah terlihat bahwa bandara ini benar benar tertata. Banyak ornamen dan lukisan yang menghiasi dinding. Jika beberapa tahun lalu saya dijemput Allyz, ruang tunggunya masih kecil. Tempat parkir terbatas dan tenant-tenant seperti penuh sesak. Ah iya, waktu itu saya sedang coba-coba naik MA-60nya Merpati dari Bandung ke Semarang. Sekarang area Bandara Ahmad Yani sudah semakin luas. Jalan keluar masuk bandara sudah sangat lebar. Mungkin diciptakan demikian untuk menghindari kemacetan. Tempat parkir kendaraan juga sangat rapi. Untuk kendaraan roda dua sendiri sudah tersedia bangunan khusus sehingga tidak akan terkena hujan dan terik matahari.

Sebelum ke tempat tinggalnya, aku meminta secara khusus untuk diantarkan ke Klenteng Sam Poo Kong. Masa iya sih sudah bolak balik ke Semarang tapi tak pernah singgah, kan sungguh lucu. Tapi bukan itu sebenarnya. Biasanya sebuah tempat yang saya sambangi adalah tujuan yang benar-benar diniatkan. Meski sejatinya, tidaklah semua harapan itu selalu tertunaikan dalam sebuah perjalanan. Klenteng Sam Poo Kong ternyata tidaklah terlalu jauh dari bandara. Tidak sampai 30 menit kami menggunakan kendaraan roda dua, kami sudah tiba disana.



Sebelum masuk ke pekarangan, kami sudah disambut dengan areal parkir yang luas. Beberapa petugas menawarkan jasa parkir kendaraan di halaman tersebut. Kemudian kami menuju loket penjualan tiket. Untuk pengunjung domestik tarif yang dikenakan ketika weekday adalah 7ribu rupiah dan tiket masuk ke area sembayang adalah 27 ribu rupiah. Sementara ketika weekend adalah 10ribu rupiah dan tiket masuk ke area sembayang adalah 28 ribu rupiah. Tiket untuk wisatawan mancanegara ketika weekday adalah 10ribu rupiah dan tiket masuk ke area sembayang adalah 40 ribu rupiah. Sementara ketika weekend adalah 15ribu rupiah dan tiket masuk ke area sembayang adalah 45 ribu rupiah. Berhubung hari mulai gelap, jadi kami hanya membeli tiket masuk saja. Saya berpikiri jika nanti masuk ke tempat sembayang, akan mengganggu para pengunjung lain yang akan sembayang. Dan bukan itu saja, sebenarnya badan sedikit letih dan butuh mandi. Jadi cukup mampir saja dan tidak perlu berlama lama disini.

Klenteng Sam Poo Kong berada di Jalan Simongan No. 129, Bongasari, Kota Semarang, Jawa Tengah. Sebagian kawan mengatakan bahwa Klenteng ini beroperasional dari pukul 06.00-21.00 WIB. Tetapi ada juga yang mengatakan buka sampai pukul 23.00 WIB. Klenteng ini dilintasi oleh Bus Trans Semarang dari Stasiun Semarang Tawang dan dari Terminal Bus Terboyo. Mudah-mudahan tarifnya masih 5ribu rupiah. Karena berada di pusat kota, tentunya lokasi ini akan sangat mudah ditemukan oleh aplikasi peta digital.



Setelah melewati pintu masuk, kita seperti diarahkan menuju pekarangan luas di dalam area yang dipagari.Pada bagian kiri terdapat bangunan yang tidak terlalu besar. Tampaknya ini bisa juga menjadi tempat pergelaran seni. Pandangan mata tetap berfokus pada bangunan khas Tiongkok, tiang-tiang bangunan dengan ciri khas kayu berwarna merah. Atap dari genting tanah disusun secara bertingkat. Persis seperti bangunan-bangunan kerajaan di film kolosal Tiongkok. Sayangnya bangunan tersebut juga dipagari. Belakangan saya baru tahu bahwa untuk masuk ke dalamnya, dikenakan tiket ke bangungan sembayang. Suasana syahdu mulai terasa disini. Gelap malam kembali datang. Tidak terdengar hiruk pikuk para pengunjung. Hanya beberapa pekerja yang sedang menyiapkan peralatan dan tenda saja. Sepertinya beberapa waktu ke depan akan ada perhelatan disini.

Klenteng memang sangat identik dengan tempat peribadatan. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika di pelataran terlihat beberapa patung yang kokoh berdiri. Patung-patung tersebut biasanya menggambarkan sejarah dan cerita dari bangunan yang ada. Relief-relief terpatri indah di beberapa sudut ruang. Bahkan beberapa terlihat jelas pada dinding-dinding bangunan. Menggambarkan kisah-kisah kebajikan. Sam Poo Kong terdiri atas beberapa Klenteng, yaitu Klenteng Dewa Bumi, Klenteng Juru Mudi, Klenteng Sam Poo Tay Djien, dan Klenteng Kyai Jangkar. Perihal penamaannya sendiri menurut tafsir saya secara pribadi seperti telah mengalami akulturasi dengan kearifan lokal. Sementara bangunan utama dari daerah wisata ini berupa sebuah goa. Dikisahkan pada tahun 1400an Laksamana Cheng Ho berhasil mendarat di Pulau Jawa. Kemudian menjadikan sebuah goa sebagai tempat pendaratan dan pertahanan utama. Di era tahun 1700an dikisahkan bahwa goa tersebut mengalami longsor. Kemudian atas swadaya masyarakat, dibangun kembali sebagai bentuk penghormatan kepada Laksamana Cheng Ho.

Untuk menghargai kisah perjalanan hidupnya, dibangunlah Patung Cheng Ho berlapiskan emas yang ditempatkan di dalam goa. Goa ini pada akhirnya dijadikan sebagai ruangan untuk sembayang para pengunjung yang memohon doa restu keselamatan, kesehatan dan rejeki.  Ukiran ukiran relief terlihat jelas pada dinding-dinding goa. Dari cerita yang saya dapatkan, relief tersebut menggambarkan kisah perjalanan hidup Laksamana Cheng Ho hingga ke Pulau Jawa.

Mungkin jika datang di siang hari, kita bisa menyewa pakaian khas Tiongkok. Klenteng Sam Poo Kong ini sangatlah instagramable. Jadi jangan sia-siakan kesempatan para pengunjung untuk mengabadikan gambar diri. Seperti kebanyakan Klenteng lainnya, saya sarankan untuk berkunjung disaat hari-hari besar. Hiruk pikuknya akan lebih terasa. Tentunya akan lengkap dengan pertunjukkan dan atraksi lainnya. Ada banyak kisah yang menceritakan bahwa kita dapat melihat ramalan di Klenteng ini, tapi saya sengaja melewatkannya. Waktu yang saya habiskan di Klenteng ini tidaklah lama. Hanya sekedar mampir dan mengaguminya. Sungguh indah, seperti Klenteng Dewi Kwan Im di Siantar.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen