Skip to main content

Icip Icip Armada Baru Sanura

 
Bang Ucok is comeback. Sebenarnya itulah awal kalimat yang memang seharusnya dijadikan judul dalam cerita kali ini. Bang Ucok merupakan supir lawas di PMTOH yang membawa armada 1526 kepunyaan dari Sepakat Group. Bagi sebagian orang memang tak mengenal beliau, karena beliau hanyalah pilot dua dari armada BL 7449 AA. Mungkin akan lebih mengenal Lek Bur sebagai supir utamanya. Kenapa di awal saya katakan comeback, karena beliau sempat tak muncul di Banda Aceh beberapa bulan lamanya. Saya pikir beliau sudah pindah ke perusahaan otobus lainnya. Berdasarkan obrolan singkat dalam bus memang beliau sempat pindah haluan ke rute Medan - Takengon dengan perusahaan otobus lain. Singkat cerita saya mendapatkan kabar juga bahwa beliau membawa armada baru dari PO. Sanura. Akhirnya Sanura kembali menggeliat mengikuti persaingan panas jalur Medan - Aceh. Betapa tidak, jalur ini nyaris diasapi oleh armada-armada terbaru di kelasnya. Bahkan Scania sekalipun berani merambah pedasnya Mercedez Bens yang menjadi ciri khas Aceh. Sebelumnya Hino sempat menghiasi pemandangan Bumi Serambi Mekah. Hanya saja tidak banyak varian yang hadir hingga saat ini. Entah mengapa pabrikan Jerman masih mengena di hati publik Aceh hingga saat ini.


Citilink siang itu menghantarkan lekas untuk mendarat dari Husein Sastranegara menuju Kualanamu. Seperti ritual yang sudah-sudah, ALS Ring Road menjadi armada awal pemanasan menuju kota Medan. Setelah beristirahat di rumah Daniel saya putuskan untuk menuju Pool Sanura. Tidak ada armada baru yang saya temukan sore itu. Didapatlah kabar bahwa bus masih berada di gudang seputaran Simpang BKN. Sebentar saja saya sudah berada disana. Untung belum dapat digapai sore itu karena saya tak berjumpa dengan Bang Ucok.Sedikit ragu sebenarnya karena nomor seluler beliau tidak aktif. Balasan pesan menjelang keberangkatan meyakinkan saya untuk menuju lokasi pemberangkatan. Bukan bermaksud tidak memiliki tiket, hanya saja tidak ada lagi tiket yang tersisa di masa arus balik lebaran. Perjalanan malam itu dikenai tarif 150ribu saja. Sementara tiket normal 160ribu.

Terbilang sebagai pendatang baru di lintasan Aceh, Sanura turut serta mendatangkan armada Mercedes Benz O500R 1836. Seperti yang jelas tertera pada kaca depan armada yang saya naiki malam itu. Stiker Jetbus HD 2 turut menghiasi kaca depan dengan posisi tengah paling atas. Tidak ada yang berbeda memang sepintas dengan keluaran Jetbus HD2 produksi Adiputro kali ini. Lampu sipit yang membedakan dengan generasi sebelumnya saja sebagai penandanya menurut saya. Spion besar dibiarkan menjulur sedikit lebih panjang ke depan dengan warna orange sebagai ciri khas BL 7309 AA dan BL 7310 AA sebagai generasi lanjutan dari Sanura. Sebagai generasi penerus kali ini Sanura lebih berani memadukan padanan warna yang lebih mencolok. Bamper depan dibuat berwarna merah sebagai warna pondasi bawah. Sementara warna biru menghiasi body lainnya di body depan dengan tulisan Sanura berwarna orange tepat di bagian tengah. Komposisi yang memang lazim pada bus-bus Aceh kebanyakan. Sementara siluet biru, biru muda, putih, orange dan hitam menghiasi dinding samping bus. Ciamik memang bila dilihat malam hari. Prediksi saya salah tentang warna yang bercahaya ketika malam hari saja. Keesokan harinya kilau warna mencolok tetap terlihat. Pintu depan bagian kiri menggunakan sistem sliding door sama halnya dengan pintu bagian tengah. Sekali lagi tebakan saya salah ketika melihat pintu tengah ini. Toilet ternyata tidak berada di bagian tengah, tetap diletakkan di belakang. Toilet berada sejajar dengan smooking room area. 

Tampilan furniture kemudi sama persis dengan keluaran Adiputro lainnya. Tampaknya sisi elegan yang sengaja dikeluarkan oleh karoseri yang berada di Kota Malang ini. Ada sebuah hal yang menarik dari pandangan saya, sabuk pengaman dan bantal di belakang kemudi yang bergambar doraemon. Ada-ada saja Adiputro ini menurut saya. Armada baru Sanura ini menggunakan sistem seat 2-2 dengan jumlah bangku 32seat serta 2seat dalam smooking room area. Setiap bangku dilengkapi dengan legrest, sandaran tangan, selimut. Bahan kursi sendiri kali ini bersarungkan kulit agar mudah dibersihkan ujar Bang Ucok. Posisi bangku dapat dirubah tingkat kemiringannya. Sehingga pengguna jasa layanan armada ini dapat nyaman berada di dalamnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian orang Indonesia hidupnya sangat bergantung dengan gadget. Sehingga dalam armada ini juga disediakan tempat charger telepon seluler. Setiap bangku disediakan satu buah. Pengguna jasa layanan Sanura tidak perlu lagi beranjak dari bangku jika hanya ingin men-charger telepon seluler mereka. Posisi bangku pada malam itu jelas terlihat perbedaan jarak dan ruang meski tak mencolok. Barisan bangku bagian kiri lebih luas ketimbang bagian kanan. Hal tersebut rupanya menjadi perhatian dari manajemen Sanura. Posisi akan disamakan beberapa hari ke depan sembari menunggu kedatangan lampu hias di tangga. 

Bagasi di atas kepala tetap disajikan seperti bagasi pesawat. Bagasi tetap dialiri Air Conditioner sehingga pengguna jasa layanan Sanura dapat tetap membawa makanan dalam berpergian. Sebuah layar televisi besar diletakkan di bagian muka. Beberapa sound pengeras suara diletakkan di sela-sela bagasi bagian atas. Sementara toilet bus ini berada di bagian kanan belakang sejajar dengan posisi kemudi. Smooking room terlihat cukup luas karena malam itu saya merasakan sendiri duduk disana. Tepat di depan bangku smooking room terpasang meja untuk kita meletakkan gelas minum. Bagian belakang kursi terpasang jaring untuk kita meletakkan koran dan minuman. Ada juga pegangan yang terletak di sisi kanan kiri bangku bagian belakang.

Malam itu bus melaju tenang dengan kecepatan rata-rata 80-90km per jam. Desisan airsus mengiringi detik-detik waktu yang kami tempuh. Mungkin ini kelebihan dari 1836, lantunan sendu aspal yang tidak rata tak begitu jelas terasa. Nyaman sekali berada di dalam armada ini. Seperti biasanya setiap keberangkatan Malam Minggu memang tak pernah mengejar target waktu. Tidak sempat lama berdiskusi dengan Bang Ucok. Memasuki daerah Stabat beliau pindah ke bagian belakang bus tempat supir tidur. Sesekali mata terbangun malam itu ketika mendengar suara armada lain yang melintas. Tampaknya malam ini tidak ada arena berpacu dalam melodi. Bus-bus terlihat bergerak secara beriringan meski sesekali terlihat ada yang mendahului. Mungkin karena letih atau rasa kantuk yang berlebihan, saya terbangun ketika bus memasuki area parkir Sate Matang. Selepas daerah Matang bus tetap melaju tenang. Kali ini Bang Ucok yang membawanya. Tidak seperti biasanya memang, kali ini tidak ada ayunan bus dan jantung yang berdebar-debar. Sekali lagi saya berpikir mungkin inilah perbedaan antara 1526 armada sebelumnya yang dibawa oleh Bang Ucok. Sekali lagi bus menepi di daerah Padang Tiji ketika memasuki waktu shalat subuh. Lekuk-lekuk lintasan Gunung Seulawah menghampiri matahari pagi itu. Menjelang pukul 8pagi bus memasuki terminal Batoh, Banda Aceh. 10,5jam perjalanan bukanlah catatan waktu yang buruk untuk ukuran malam arus balik mudik lebaran.

Comments

  1. Jadi ngiler pengen nyobain yg satu ini. Apalagi ada jadwal "mampir" di sate Matang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau malam minggu memang kerap mampir ke Sate Matang Om. Yok nyobain yok.

      Delete
  2. Lek Bur.... Legenda hidup yang selalu buat jantung setengah copot setengah menggantung.... padanan seia sekata dengan bang ucok.... semoga keduanya selalu sehat wal'afiat.....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen