Skip to main content

Piknik Keliling Asia, Ya Air Asia

Gelak tawa kali itu pecah dari beberapa kawan yang sedang asik begadang di depan monitor. "Dapat juga untuk tahun depan". Sempat dalam hati mengejek, kenapa harus bersusah payah untuk mengejar selembar tiket di masa yang belum pasti kita berada disana? Datanglah jawab dari kawan "kalau bisa murah dan cepat, kenapa harus berhari hari di perjalanan?". Sial, begitu umpatku dalam hati. Hari berganti dan keberangkatanpun datang menghampiri. Membandingkan tiket dengan beberapa maskapai lain tidak terlalu signifikan memang, hanya saja memang tidak ada keberangkatan dari Bandung saat itu. Sekali lagi memang ini yang dikatakan sial. Kawan kawan bisa mendapatkan tiket murah, rute yang tidak rumit pula. Betapa tidak cemburu dengan mereka, sekali naik pesawat saja dari Bandung bisa langsung ke Medan. Sementara saya harus bersusah payah naik travel dini hari menuju Bandara Soekarno Hatta demi mengejar jadwal kedatangan yang tak jauh berbeda di Polonia. Setelah itu mulai berpikir merencanakan keberangkatan dan kepulangan ketika ingin piknik ke kota lainnya.


Memang sebelum era tahun 2010an, saya lebih banyak mengandalkan piknik menggunakan fasilitas kendaraan umum darat dan laut. Untuk perhitungan start dari kota Bandung tidaklah sulit mencari armada yang murah. Tetapi setelah berada di Banda Aceh sejak tahun 2011, keterbatasan waktu cukup menyiksaku. Perjalanan darat ke Medan sebagai kota terdekat memakan waktu 10-12jam perjalanan diwaktu malam. Dari Medan akan lebih banyak tujuan kota kota pilihan untuk piknik. Bukan berarti Aceh ini sudah habis saya kunjungi. Tetapi terkadang godaan dari teman teman membuat saya berkunjung ke kota lain di luar Aceh. Bukan hanya itu saja, menggunakan bus terlebih dahulu ke Medan kemudian menggunakan pesawat dapat lebih menghemat anggaran perjalanan. Kenapa tidak langsung naik pesawat dari Banda Aceh? Dalam benak hati saya pernah terlintas bahwa orang Aceh tak pernah perduli soal harga. Segelas kopi 5ribu saja tetap dibayar dan tak mengurangi orang untuk ke Kede Kupi. Sehingga berapapun tarif tiket yang dijual maskapai dari Banda Aceh tetap dibayar. Efeknya apa? Sangat sulit sekarang ini mencari tiket ke Medan seharga 300ribuan. Jujur saja saya pernah terkesima melihat tarif Air Asia BTJ-MES dibawah 200K, nyaris sama dengan tarif bus. Sehingga saya sering pulang ke Bandung mengandalkan Air Asia dengan filosofi saya pulang sehemat mungkin biar bisa beli oleh oleh. BTJ - MES, MES - BDO 500ribuan, cuma AA yang bisa. Begitu ujarku kala itu. Hingga sekarang entah kenapa rute ini tak dibuka lagi.

(Don Mueang, Bangkok)

Sekali waktu ada kawan yang mengajak piknik ke Bangkok. Dalam hati betapa ragunya saya tak bisa berbahasa Inggris. Sebenarnya bukan itu yang membuat kecut hati, bagaimana saya mampu membeli tiket pulang pergi. Pulang ke Bandung saja sulit, ini mau sok sokan maen ke Luar Negeri. Intip punya intip, didapatlah tiket AA Polonia - Don Mueang pulang pergi dibawah 1juta. Iya beneran dibawah 1juta. Meski dicibir kawan juga sih, karena mereka malah pernah dapat PP 600ribuan. Tak apalah yang penting piknik ke luar negeri. Melihat kondisi jadwal penerbangan tepat di jam makan siang, bukan orang Indonesia namanya kalau takut lapar. Kerap mendengar cerita kawan bahwa air mineral jarang lolos dari petugas imigrasi, bagaimana dengan makanan? Begitu gumamku polos. Maklum saja saya orang kampung jadi segala kemungkinan harus diperhitungkan. Bukan orang Indonesia namanya kalau tak percaya pada keberuntungan. Untungnya di Air Asia kita bisa memesan makanan meskipun jadwal penerbangan masih lama. Daripada lapar di kampung orang ya kan?

Sebenarnya sudah cukup bosan naik Air Asia domestik. Bahkan selimut, penutup mata hingga bantal sandaran leher berlabel Air Asia sudah jadi merchandise yang tak pernah lupa dibawa. Kalau gantungan kunci dan mainan lainnya tak perlu lah ditanya. Sudah habis semua diminta sama keponakan. Nasib saya ini sebagai orang kampung, pada penerbangan menuju Bangkok rupanya ada kuesioner yang harus diisi. Entah apa yang harus saya isi. Daripada tersesat di jalan lebih baik malu, bertanyalah saya pada pramugari yang sesekali melintas. Dengan sabar dan telaten pramugari tersebut membantu saya mengisi form kedatangan di Bangkok. Memang patut saya akui bahwa mereka cukup cerdas berbahasa asing dan memahami psikologis pelanggan Air Asia. Saya katakan pelanggan karena saya langganan menggunakan Air Asia. Jika kalian belum langganan berarti akan saya sebut kategori pengguna jasa layanan. Kenapa bukan penumpang? Karena kita beli tiket, bukan menumpang secara gratis. Tapi sialnya di Air Asia ada juga pelanggan yang membeli tiket seharga 0rupiah. Ketika jadwal kepulangan dari Don Mueang pesawat mengalami keterlambatan. Meski seperti kebanyakan orang marah akan keterlambatan tersebut, saya juga tetap marah karena saya punya jadwal penerbangan lain sore itu yang terpaksa hangus. Lagi lagi bukan orang Indonesia namanya kalau berhenti marah marah setelah diberi makan. Dengan sigap Air Asia menjalankan konsekuensi pasca keterlambatan armada mereka. Koyak juga awak waktu itu tiket hangus MES - BTJ, dan BTJ - CGK keesokan subuhnya. Tapi tak apalah yang penting sudah pernah main ke Bangkok.

Lebaran tahun 2014 sudah di depan mata. Mata perih perih pedas bila membuka harga tiket yang ditawarkan beberapa maskapai dari Banda Aceh menuju Jakarta maupun Bandung. Iseng buka Air Asia, didapatlah tiket Banda Aceh - Kualalumpur yang cukup nyaman di dompet, bahkan beberapa hari ke depannya saya bisa mendapatkan tiket yang terjangkau untuk pulang ke Bandung. Sementara pulang akan saya rencanakan Bandung - Kualalumpur - Penang - Medan. Sialnya karena perbuatan iseng iseng, saya semakin tertarik untuk mengunjungi beberapa kota kota dengan tiket murah dari Kualumpur. Melihat website dan langsung bayar. Ternyata lebih murah dan tidak perlu keluar rumah untuk mendapatkan selembar tiket penerbangan. Sangat mudah dan sederhana. Seperti kebanyakan kawan di komunitas Flight Simulator, hot seat selalu menjadi kejaran. Pemesan tiket Air Asia juga ternyata bisa sekaligus booking kursi. Jadi kawan kawan penggemar hot seat, fasilitas ini sangat membantu. Tahun ini jika visa diterima, maka harus kembali berucap terimakasih kepada Air Asia atas rute Narita nya.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen