Skip to main content

Long Angen Sisi Lain Sabang



Laju kendaraan roda dua mulai berkurang ketika hampir memasuki simpang tiga Balik Gunung, yang simpang tiga ini karena hanya ada satu simpang tiga mengarah ke kiri di lokasi ini. Terdapat beberapa kede kupi dan kede mie  di sekitar lokasi ini. Seperti biasa lalu lintas Gapang – Iboih tidak terlalu ramai seperti lalu lintas di Sabang Kota. Memasuki daerah Balik Gunung suasana sepi dan sunyi akan sangat terasa. Hanya ada beberapa rumah pemukiman warga, beberapa penginapan seperti The Pade Hotel, dan komplek militer. Selepas komplek militer kita hanya akan menemui jalanan mulus yang sepi dan semak belukar di sepanjang jalan. Terlihat beberapa kendaraan roda dua terparkir di tepi jalan selepas komplek militer tadi. Sepintas tidak akan terlihat dari tepi jalan aktivitas yang dilakukan pengunjung tersebut.  Bila diperhatikan dengan seksama maka akan terlihat  jalan setapak yang kurang terawat. Berjalan diantara semak belukar dan rindangnya pepohonan Balik Gunung membuat kita seolah berada di hutan yang jauh di pelosok. Setelah berjalan menurun sejauh 100 meter, tampaklah hamparan laut yang luas.


Pakis haji yang tersebar bak karpet permadani hijau yang dibiarkan digelar sejak lama. Sejenak terlupakan betapa jalan masuk ke area Lhong Angen ini hanya semak belukar saja. Menurut cerita kawan-kawan di Sabang, sebelumnya Lhong Angen merupakan tempat lokasi wisata yang luluhlantak karena tsunami. Hingga kini tidak lagi dirawat dan dioperasikan. Pasir putih yang luas membatasi birunya laut dengan bebatuan besar yang berserak di bibir pantai. Amboi indah nian tempat ini. Sayup-sayup tedengar suara burung dari balik rimbunnya hutan. Beberapa batang kayu menyerupai rangka tenda terlihat sengaja tak dibongkar yang membuatnya. Menandakan bahwa lokasi ini juga sering dijadikan pengunjungnya sebagai lokasi memasang tenda. Sisa-sisa api unggun terlihat jelas dengan beberapa sampah di sekitarnya. Sayang sekali bila pengunjung yang datang ke Lhong Angen melupakan esensi kebersihan dan keindahan alam.
Duduk sejenak membuat mata ingin terlelap dibuai ketenangan Long Angen. Tidak menunggu lama pasir putih merayu untuk merebahkan tubuh di hamparannya. Bila memandangkan mata ke bagian kanan maka akan terlihat samar-samar The Pade Hotel. Tepat di sebelah kiri pandangan mata akan menjulang batu yang cukup besar. Menyerupai pulau kecil yang menjorok ke laut. Ada satu keunikan dibawahnya. Terdapat terowongan yang dapat dilalui oleh air laut. Melihat air laut yang jernih membuat hati tak ingin berlama-lama berada di daratan. Segera menceburkan diri ke laut yang biru. Bila ingin mandi di daerah ini usahakan tidak menginjak bebatuan yang berada di dalam air. Selain menghindari bulu babi, kita tetap menjaga lumut yang tumbuh yang biasa akan dijadikan makanan ikan-ikan kecil disana. Hingga sepuluh meter ke depan, lantai laut masih berupa pasir putih yang bersih. Sangat nyaman bila kita ingin snorkeling tanpa ada keramaian.

Batu besar berlubang itu semacam pembatas laut berlantai pasir dan batu. Berjalan ke arah balik batu maka kita akan melihat barisan batu besar dan kecil berbaris secara acak membatasi pantai. Terlihat joran pancing di ujung karang. Tampaknya daerah ini juga menjadi lokasi favorit mancing. Daerah ini tidak ramai dikunjungi orang lain dan beragam ikan dari laut lepas tentunya yang membuat kami betah disini ujar seorang bapak yang kami temui. Tidak jarang kami bermalam disini ketika cuaca sedang bersahabat, pungkasnya lagi. Menurut penuturan beliau biasanya turis mancanegara juga ada beberapa yang mengunjungi pantai ini. Selain tempat yang indah, terkadang mereka ingin tempat yang sepi agar privacy mereka sangat terjaga. Sayangnya belum ada fasilitas pendukung di Long Angen. Hanya sebuah jalan kecil untuk masuk saja. Semoga kelak pihak-pihak terkait peduli akan keberadaan Long Angen dengan menambahkan fasilitas-fasilitas pendukung. Agar Long Angen tetap terjaga kebersihan dan keindahannya.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen