Skip to main content

Royal Otobus



Awalnya saya sangat asing dengan nama Perusahaan Otobus satu ini. Maklum Royal Otobus memang sangat jarang terdengar di telinga. Bila mendengar kata Royal, sepintas akan teringat perusahaan otobus di sebuah Negara di Asia. Tetapi kali ini berasal dari Bumi Serambi Mekkah. Sejak awal tahun 2014 Royal kerap menjadi perbincangan kawan kawan di komunitas Aceh Bus Lovers. Terutama kawan kawan yang berdomisili di Banda Aceh. Selain menjadi bahan perbincangan yang menarik tentunya rasa penasaran selalu menghampiri bila mendengar kata Royal. Gosip yang beredar membawa kami bermimpi bahwa Royal sedang dalam Karoseri Adiputro saat itu. Hingga bosan membuat saya enggan menanti kedatangan armada Royal. Karena hingga saat ini jarang sekali saya melihat jarak gossip dan launching armada baru di Banda Aceh mempunyai jeda waktu yang sangat panjang hingga berbulan bulan. Melihat kebiasaan perhelatan bus di Aceh, bila kabar burung terlalu jauh sudah dipastikan bahwa gossip tersebut tidak benar. 


Hingga pertengahan bulan Mei 2014 gosip kehadiran Royal benar benar menjadi kenyataan. Berawal dari cerita ringan di kede kupi hingga akhirnya saya melihat informasi dari jejaring social. Rasa penasaran memuncak memaksa berpikir keras untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Didapatlah jalur komunikasi dengan cucu si empunya Royal yang kebetulan saat penjemputan armada turut serta ke Adiputro. Cukup senang saat itu ketika melihat foto yang dikirimkan. Tampilan bus dari luar terkesan elegan. Stiker besar di muka dan belakang membuat mata saya terbelalak. “Maybach” satu kata yang membuat saya lekas bertanya kepada google. Apakah benar seperti yang sedang berada di pikiran saya. Nyaris benar adanya bahwa “Maybach” merupakan kendaraan bergenre mewah dari Jerman.  Seorang kawan di terminal menyatakan bahwa bisa saja pemilik Royal menggemari grup music Maybach. Semua bisa saja menjadi asumsi sementara. Hingga ketika konfirmasi didapat informasi bahwa Royal ingin mencitrakan diri menjadi Perusahaan Otobus yang elegan tetap menjaga kenyamanan keamanan dan kelancaran.



Masih penasaran dengan Royal? Sudah barang tentu saya semakin penasaran apalagi ketika banyak foto yang beredar di jejaring social ketika armada tiba di Medan. Seperti hari hari sebelumnya dimana saya gemar (anggap saja demikian) menikmati waktu. Setelah bersama kawan kawan Kaskus Regional Aceh menyalurkan donasi bantuan buku, saya putuskan untuk segera ke Terminal Batoh. Beberapa kawan disana saya ajak untuk pesiar, akan tetapi hasilnya nihil. Hingga perjalanan membuat saya transit di Idi untuk sekedar bersua dengan kawan kawan ABL Chapter Idi. Melintas Megatrend Kurnia armada yang cukup saya rindukan. Pada akhirnya membawa malam itu bersamanya berujung finish di Pool Kurnia Gagak Hitam, Medan. Menikmati suasana Medan sembari berkunjung ke gudang Kurnia Grup. Melihat mesin mesin terbaru hingga armada lawas menambah decak kagum akan kebesaran nama KAP. Pasca kopdar Medan Bisser sore itu singgah sejenak ke Pool Sempati Star untuk menikmati santap malam. Ketika hendak menuju Loket Harapan Indah, tak sengaja menatap sebuah armada bus berwarna pink terparkir rapih di tepi loket. Seperti biasa dan seperti kebiasaan yang sudah sudah, ambil foto sana sini, ngobrol ringan dengan pengurus Royal hingga beruntung dapat masuk ke dalam bus. Hingga waktu memaksa beranjak pergi. Masih penasaran? Sudah barangtentu saya masih sangat penasaran.


 


Hingga pada akhirnya beberapa hari kemudian Royal hadir di Banda Aceh.  Berhubung Aceh Bus Lovers mendapatkan undangan syukuran, pesijuk dan road test armada, maka akan sangat menyesal bila melewatkan acara ini. Ada decak kagum sementara yang tertahan karena semalam tadi melihat livery Royal nyaris sama dengan livery Perusahaan Otobus lain di Pulau Jawa dan Bali. Tetapi mungkin itu hanya perasaan saya saja. Acara pesijuk dimulai ketika hari menjelang siang kala itu. Senda gurau kawan kawan terlihat semakin santai. Kegiatan dihadiri oleh kawan kawan ABL Medan yang kebetulan turut serta bersama Royal. Tidak ketinggalan Om Safar Rambideun yang sengaja datang dari Idi. Setelah makan siang bersama dan acara foto foto selesai maka saatnya City Tour dilaksanakan. Dua armada sekaligus berjalan beriringan. Belasan pasang bahkan puluhan pasang mata memandang kami yang berada di dalam bus ketika dua buah armada Royal melintas. Wajar saja karena armada, livery dan katakan saja nama PO baru.



Merasa belum puas dengan menikmati rute jarak pendek, maka saya putuskan untuk ikut kembali ke Medan bersama Royal malam itu juga. Armada royal menggunakan mesin Mercedez Bens OH 1626. Ini juga yang membuat saya aneh ketika sebuah gerakan awal dimulai dengan armada 1626. Mungkin ke depan akan ada armada lain dengan spek yang lebih tinggi. Jika berasumsi positif maka Royal ingin menggunakan armada tinggi namun tidak kalah saing. Maklum saja untuk ukuran Medan – Banda Aceh sudah cukup banyak dibanjiri oleh OH1836, ada 50an unit banyaknya. Setidaknya armada 1626 memiliki 2 alternator yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik dan berbeda dengan 1526 yang hanya memiliki 1 alternator. Setidaknya genre 1626 menggunakan Air Suspension yang menempel langsung sebagai penyangga chassis utama. Tidak hanya itu saja, berdasarkan membaca tulisan tentang 1626 bahwa armada ini telah menggunakan rem dengan sistem full air dual circuit. Satu lagi yang mungkin menjadi alasan penggunaan armada ini adalah bagasi bawah yang dapat tembus dari sisi kiri ke sisi kanan karena dapat menyesuaikan dengan chassis 1626.

Tepat pukul 21.00 Royal berwarna pink meluncur ke Medan. Saya perkirakan armada ini lari lari 60-80Km/jam. Jarang sekali saya rasakan hingga 100Km/jam. Mungkin karena masih baru. Seperti kebanyakan armada di Aceh, duduk di baris belakang bukanlah pilihan yang tepat. Karena bangku tidak bisa dimiringkan ke belakang. Bangku sudah kaku menempel dinding pembatas smooking area. Seat 2-2 armada Royal dilengkapi dengan legrest, selimut yang tebal, dan bantal. Malam itu suhu udara dalam kabin cukup dingin, bahkan dapat saya katakan lebih dingin dari bus bus kebanyakan di Aceh. Tidak butuh waktu yang cukup lama untuk menarik selimut. Mungkin karena saya tidak terbiasa dan harap maklum juga bus di kampung saya tidak ada legrest, menjadikan duduk malam itu terasa kurang nyaman.  Kecuali bila ingin meluruskan kaki hingga ke bangku sebelah. PO Royal Otobus yang pada tahun 1980 pernah bergabung dengan CV. Tramindo melenggang tenang malam itu. Seperti kebanyakan bus bus malam Banda Aceh – Medan, tidak banyak perbedaan yang saya rasakan dalam armada ini. Secara fasilitas sudah standar bus malam Aceh. Parfum ruangan stabil dan wangi, bangku pas di paha. Selimut cukup tebal dan AC tidak menetes. Ini dapat menjadi kelebihan Royal untuk saat ini. Jika kita berada selain di bangku nomor 1,2,3,4 maka akan ada tempat botol minuman di depan. Kita juga dapat menyimpan Koran. Kebiasaan dalam perjalanan jauh ada charger. Di depan bangku akan terlihat ada tempat untuk charger handphone.  Lampu dalam yang dipasang cukup soft, tidak silau di mata. Karena mata cukup berat membuat saya tertidur hingga Medan. Mungkin karena perdana, perjalanan ke Medan ditempuh kurang lebih 11jam. 

Kembali dari Pulau Samosir saya pastikan kembali naik Royal berwarna pink. Selain penasaran dengan perjalanan kemarin, pool Royal juga mudah ditempuh bila menggunakan angkot 64 dari Terminal Amplas Medan. Sempat berdiskusi dengan Om Dedi sebagai pengurus Royal Otobus. Mereka kembali merintis usaha keluarga di bidang transportasi ini bukan hanya karena uang semata.  Ada hal hal lain yang terkait dengan sosial dan hajat hidup orang banyak. Sebagian keuntungan dari usaha bisnis ini dijadikan tiang tegak untuk mendukung keberlangsungan panti asuhan yang mereka support. Tarif malam itu 160K include 1botol air mineral. Wifi yang disediakan malam itu lancar jaya. Hanya saja tidak sampai satu jam bus berjalan, wifi telah dimatikan. Tidak banyak yang menjadi catatan malam itu, sound yang tidak aktif membuat suasana malam menjadi hening. Hanya deru mesin saja yang menghiasi pekat malam.  Ada baiknya seorang kondektur memeriksa semua peralatan dan fasilitas armada ketika hendak berangkat.  Seperti keberangkatan sebelumnya, armada melaju tenang tidak terburu buru. Tetapi ada perkembangan yang signifikan malam ini. Kami tiba di Banda Aceh pukul 7 lebih beberapa menit, 10 jam lamanya dalam perjalanan. Cukup baik untuk ukuran armada 1626 berstikerkan bluetech ini.

Comments

  1. di tunggu niih kelas nonstopnya, saya cukup senang menggunakan jasa scania sempati star.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen