Skip to main content

Danau Toba The Wonderful Indonesia

Danau Toba? Siapa yang tak pernah mendengar nama daerah tersebut? Sepintas kembali ke masa kecil ketika sedang memainkan permainan monopoli. Ada daerah lain mungkin yang terlintas di benak seperti Pelabuhan Ratu, Tangkuban Perahu, Berastagih, juga Danau Toba tentunya. Bukanlah sebuah kesengajaan kenapa Danau Toba turut serta dijadikan sebuah ikon dalam permainan monopoli. Tentunya ada faktor faktor tertentu yang membuatnya diikutsertakan menjadi ikon-ikon keindahan nusantara. Banyak memang danau lain yang indah di nusantara ini, tetapi Danau Toba memiliki kekhasan tersendiri yang sangat jarang ditemukan di daerah lainnya.



Kali pertama berkunjung ke Danau Toba tahun 2006 silam. Setelah perjalanan 4jam lamanya dari kota Medan, danau ini terlihat dari ketinggian jalanan yang berkelok-kelok menurun. Bau danau yang khas tercium jelas. Betapa cuaca sejuk yang menjadi ciri khas pelataran Pusuk Buhit ini menyambut kedatangan setiap pengunjungnya. Bila kita tiba di Parapat, sebuah desa tempat penyeberangan menuju Pulau Samosir akan tegak berdiri bangunan-bangunan besar khas Tanah Batak. Mendekati pelabuhan, akan ditemukan banyak sekali jalan satu arah dengan jarak bangunan yang rapat dengan jalanan. Seolah-olah kita dibawa ke daerah Amerika Latin sana, sayangnya ini masih Indonesia. Beberapa gereja megah berdiri disana. Tidak jarang terlihat rumah ibadah lainnya ramah berdampingan. Beberapa kedai menghiasi pesona Danau Toba di desa Parapat. Kedai yang menjajakan merchandise, kedai makanan, hingga kedai kopi khas Suku Batak berkumpul. Sebenarnya Prapat sudah mewakili keberadaan Danau Toba. Di sekitaran danau terdapat beragam penginapan dengan bermacam harga juga fasilitas tentunya.

Setiap pengunjung yang datang dapat menikmati keindahan Danau Toba dikala pagi hingga petang. Untuk sekedar mandi atau berjemur santai di tepi danau dari halaman penginapan. Jika badan terasa letih, di seputaran Prapat ada beberapa kedai yang membuka fasilitas pijat tradisional. Tidak perlu bingung untuk berkeliling di daerah ini, kita dapat naik angkutan kota atau menyewa sepeda, atau kenapa tidak mencoba berjalan kaki?


Bila sudah ke Danau Toba kuranglah lengkap rasanya bila tidak mengunjungi Pulau Samosir. Dari Parapat ada dua alternatif bila ingin menyeberang ke pulau di dalam pulau ini. Kita dapat naik kapal ferry yang tentunya relatif cukup lama. Kira kira 2 jam perjalanan. Kapal ferry ini dapat juga mengangkut kendaraan roda empat dan roda dua. Jadi jangan khawatir bagi kalian yang ingin membawa kendaraan pribadi menuju Pulau Samosir. Alternatif lainnya adalah kapal cepat. Kurang dari 1 jam kita akan sampai di seberang sana, tarif yang dikenakan juga relatif terjangkau. 1 orang penumpang hanya dikenai ongkos 6ribu rupiah. Kapal ini relatif lebih kecil dari kapal ferry, hanya saja dapat juga membawa beberapa kendaraan roda dua. Kenapa harus sampai ke Pulau Samosir? Bukan karena tanggung sudah di Danau Toba. Ada hal lain dari sudut pandang Danau Toba lainnya yang tidak bisa kita temui dari Parapat sana tadi. Apa yang tidak kita temui? Adat Budaya Batak adalah sebuah ciri khas dari Danau Toba di pesisir Pulau Samosir.


Prosesi kelahiran hingga kematian adalah ritual yang sangat menarik untuk diikuti ketika kita sedang berada di Pulau Samosir. Pulau Samosir bukan hanya patung Sigale Gale semata. Dimana kita hanya sepintas melihat patung yang dapat menari nari. Jika beruntung kita akan turut menari bersama Si Gale Gale juga dengan beberapa penari yang menari tor tor di sekitar kita. Kita dapat menemukan Si Gale Gale di Museum Hutabolon. Unik memang karena selain pertunjukan seni tersebut, museum ini juga menawarkan beragam kebudayaan Batak lainnya. Dari seni tenun ulos, berladang, tulis menulis, perdagangan hingga berlayar di Danau Toba. Kesejukan desa-desa Batak di Samosir juga turut diulas secara menarik di Indonesia Travel. Hanya saja ada beberapa sisi lain yang belum diulas secara gamblang. Suara keras suku Batak bukan menandakan mereka senang berdebat, ciri khas ini menggambarkan bahwa suku Batak adalah orang yang sangat senang dengan kejelasan dan ketepatan. Tidak ada pernyataan yang terlontar dalam sebuah keragu-raguan. Sehingga lawan bicaranya akan mendengar dengan benar. Jadi jangan pernah ragu untuk menawar harga yang dikeluarkan oleh masyarakat Pulau Samosir ketika kita membutuhkan layanan barang dan jasa mereka. Ini juga yang menjadi kunci berbelanja ketika berada di sekitaran Danau Toba.



Satu hal yang tidak bisa kita lupakan adalah bertanya sebelum membeli sebuah makanan. Karena (maaf) bagi kawan kawan yang beragama Muslim tentunya harus menyantap makanan yang halal. Di Danau Toba sendiri, kita tidak akan terlalu sulit untuk mencari rumah makan berlabel halal, meski mayoritas warung makan disini tidak berlabel halal. Jika sudah berurusan dengan makanan, jangan sampai melupakan makanan khas Tanah Batak yang mungkin sangat sulit ditemukan di daerah lain. Mie Gomak namanya, nama yang aneh. Bila diartikan adalah Mie Remas atau mie yang diambil dengan cara mencengkeram. Demikian juga dengan rasanya. Mie ini berbentuk panjang seperti lidi. Direbus kemudian airnya ditiriskan. Kemudian disiram dengan kuah khas Mie Gomak dengan racikan rempah-rempah, santan, kacang, nyaris seperti kuah untuk lontong. Jika sudah disajikan, jangan sampai mengatakan bahwa ini adalah Spageti khas Danau Toba :)

Tentunya tidak akan cukup waktu sehari untuk menikmati Danau Toba. Karena selain keindahan alamnya, beberapa lokasi di sekitar Danau Toba juga harus kita kunjungi. Katakan saja Aer Angat di Pangururan. Jelas sudah terbersit di benak bahwa ini adalah pemandian air panas. Benar memang, bila sudah singgah di Danau Toba tak elok rasanya bila tidak berendam di air panas. Sepintas daerah ini terlihat seperti sekumpulan rumah makan yang berbaris. Tepat sekali, setiap pengunjung dapat berendam air panas di kolam-kolam yang disediakan dengan gratis. Pengunjung hanya dikenai biaya ketika makan minum di warung makan tersebut. Bayangkan, berapa uang yang harus kita keluarkan bila ingin berendam air panas di kota kota lainnya? Sudah barang tentu setelah berendam perut kita akan terasa lapar. Nah Mie Gomak tadi bisa menjadi jawaban yang tepat. Bertemankan telur rebus, mungkin juga dengan segelas teh susu telur hangat khas Danau Toba.

Bila bertepatan hari Rabu ada di Pulau Samosir, singgahlah ke Pasar Pangururan. Hari Rabu merupakan hari berkumpulnya penjual dan pembeli dari beberapa puluh desa yang ada di Pulau Samosir. Sehingga pasar akan tumpah ruah. Segala macam dagangan digelar disini. Dari tikar anyaman tradisional, kebutuhan sehari hari, hingga daging ada disini. Tentunya hasil-hasil bumi juga dapat dijual kepada penampungnya di pasar ini. Satu hal yang menarik adalah tawar menawar di pasar ini. Jika harga tidak cocok, maka pembeli dapat langsung menawar barang dari penjual lain di samping penjual sebelumnya. Karena sistem pedagang disini bergerombol berdasarkan jenisnya. Tak perlu sungkan untuk menawar. Selain kain ulos yang menjadi keunikan Tanah Batak, adalah penjualan hewan ternak. Pernahkah kalian melihat jual beli babi di tengah keramaian? Atau melihat sepenggal kepala babi yang dijajakan di pinggir jalan? Aneh bukan?



Danau Toba juga sangat indah bila dipandang dari ketinggian. Saya sendiri pernah melihatnya dari daerah yang cukup tinggi. Dari sebuah desa tanah leluhur Aek Nauli. Tidak jarang pengunjung lainnya juga menikmati keindahan Danau Toba dari Puncak Pusuk Buhit. Daerah perbukitan dengan ketinggian 1.900meter di atas permukaan Danau Toba. Dari Pusuk Buhit juga disinyalir asal muasal Suku Batak terlahir. Diluar sudut pandang mistis Pusuk Buhit, Batara Guru, Mulajadi Nabolon, memandang Danau Toba dari Pusuk Buhit akan melahirkan kenikmatan tersendiri dari cara memandang lainnya.

 

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen