Skip to main content

Lombok, Last Trip 2012 (part 7)



Tiba di kediaman Rido, mandi dan bersih bersih diri. Kali ini Amak sedikit kecewa karena kami besok sudah bertolak dari Lombok. Biasanya setiap yang datang kemari, maka akan ada jamuan besar. Lagi dan lagi kami menikmati santap malam khas Lombok. Ada beragam makanan disini, ada ikan yang digiling kemudian dijadikan sate. Ada juga sayur terong. Malam itu ternyata Amak mengundang pemain ketipung dan gambus untuk menikmati malam tahun baru. Alhasil kami menikmati lagu lagu khas Lombok. Sesekali kawan kawan Amak, bapak tua itu berdiri menari. Perfect sekali, seperti penari yang sangat terlatih. Gerakan tangan yang gemulai, sesekali goyang pinggul yang menawan menghasilkan gelak tawa di ruangan ini. Hingga tahun berganti kami masih menikmati lantunan mesra musik tradisional Sasak ini. Tak berakhir di ruangan itu, kami pindah lokasi di teras luar, di atas gubuk kecil. Hampir pagi, mama ternyata membuatkan kami nasi goreng tumpeng khas Sasak.
Sempurna, malam yang sempurna. Tidak ada kemegahan kemajuan jaman, tetapi budaya yang sangat dikedepankan. Hingga lelap mengantar kami ke peraduan. Ketika pagi datang, kami dibangunkan oleh harum mewangi masakan dapur. Ternyata makanan sudah dihidangkan tepat di samping kami tidur. Dengan lahap makanan disantap. Wajah yang sayu terlihat pada beberapa kawan karena mungkin enggan berpisah dengan Lombok. Selepas makan kemudian kami menyaksikan video rekaman pergelaran seni budaya di kampus UMY Yogyakarta. Amak sedikit kagum melihat putranya yang mempertunjukkan tarian khas Sasak dalam pergelaran tersebut. Saya pun sangat kagum melihat anak muda disana mempertontonkan budaya daerahnya masing masing. Dari Aceh sampai ke Ambon sana. Siang itu dihabiskan dengan berkaraoke ria bersama Amak. Menjelang sore, kami menikmati santapan terakhir di Lombok. Kali ini cukup besar ya kami makan besar. Berbagai jenis ikan dengan beragam jenis masakannya dihidangkan. Ada juga beberapa jenis masakan ayam. Sayur dan sambal tidaklah lupa menemani tempe goreng. Segelas jus turut mewarnai makan bersama sore itu.
Menjelang sore kami berpamitan, Amak mengantarkan kami ke Pelabuhan. Dengan berat kami bersalaman dengan Amak di pelabuhan. Sembari sesekali melihat ke belakang menatap Amak yang berlalu di atas Kijang itu. Hati hati bila di Pelabuhan Lembar, jika ditawari tiket oleh calo, jangan mau bila dipaksa membayar harga di atas tarif. Anehnya bila kita membeli tiket, tiket tidak diberikan ke kita. Sepertinya ada permainan dengan petugas pelabuhan. Sedihnya negeri ini. Segera kami naik ke atas kapal. Kembali menikmati senja di atas kapal. Terimakasih Lombok atas hari hari ini.

Tiba di Padang Bay, seorang supir merayu memaksa kami untuk menggunakan mobilnya. Kami ngotot 25K per orang, meski beliau meminta lebih. Sebenarnya itu juga sudah termasuk mahal. Bahkan rombongan lain di sekitar kami meminta 35K sampai ke Gilimanuk. Tapi sudahlah, 25K sampai Ubung, mau sudah tidak ya tak mengapa. Kemudian deal lah, tetapi mobil tak muat karena sudah ada penumpang satu di depan. Dengan tidak memiliki rasa pri kemanusiaan maka di turunkanlah penumpang tersebut. Dan tanpa dosa, naiklah kami semua. Tiba di Ubung sebuah bus kecil telah menanti. Setelah nego dengan calo didapatlah 20K sampai Gilimanuk. Ketika bus berjalan, ternyata kondekturnya terkejut karena dikatakan calo tersebut 25K. Tetapi tetap diterimanya 20K per orang. Nanti jika ditanya supir, katakan saja demikian 20K deal dengan calo. Gilimanuk saat itu macet parah. Sehingga kami berjalan kaki sejauh 1km ke pelabuhan. Dan benar saja bahwa pengunjung saat itu sedang membludak. Untung kami tak berangkat dari Lombok siang, jika siang maka kami akan mendapati macet sejak sore dari Ubud. Sembari menyaksikan hiruk pikuk pelabuhan, maka melihat lihat sarung dan kain Bali adalah pilihan. Jam 3 subuh kami naik kapal dan mulai berlayar (padahal gak pake layar kan?) Kurang dari jam 4 subuh kami tiba di Ketapang. Sembari membeli perbekalan, kembali kami menumpang kamar mandi di minimarket dekat pelabuhan. Hampir jam lima subuh kami bergegas ke stasiun. Karena tiket Sri Tanjung hanya tersedia 7 buah, maka kami putuskan naik kereta ke Malang jam 5 subuh. Sepanjang perjalanan kami hanya tidur dan tidur. Tiba di Stasiun Malang Kota kami melanjutkan perjalanan ke terminal karena tidak mendapatkan tiket kereta Malabar ke Jogja. 9 orang dikenai tarif 27K. Karena di terminal kami tidak mendapati lagi tiket bus ke Jogja maka kami berpikir sejenak sembari makan siang di terminal. Adapun tiket bus ditawarkan 130K. Bah mahalnya. Setelah menelpon agen bus, didapatlah tiket 100K. Kemudian kami merapat ke minimarket setempat, seperti biasa menumpang kamar mandi. Beberapa kawan di Malang menyambangi kami, silaturahmi bukan sekedar berbasa basi J. Tepat jam 7 kami di telp pihak transportasi, ternyata tadi salah kaprah, kami pikir akan naik Rosalia Indah, ternyata naik minibus dari travel Dewata Indah. Tapi baiklah yang penting door to door sampai Jogja. Entah di daerah mana ini, akhirnya kami berhenti istirahat makan. Selepas makan prasmanan, Rido menyumbangkan beberapa buah lagu dengan diiringin musik orkes di depan rumah makan, aih sedapnya malam ini. Lanjut perjalanan, tak terasa tiba di hadapan Jogjakarta.
Senang berjalan dengan kalian, Poltak, Ilka, Jali, Rido, Hambali, Eko, Alex, Koko. Next time kita jalan lagi.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen