Skip to main content

Air Panas Ya Ie Suum






Siang belum lagi berlalu dari pandangan mata. Rasa penat menjalar hingga ujung kepala. Sebenarnya banyak tempat wisata di sekitaran Banda Aceh ini, tetapi kesannya seperti tidak ada. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa tempat melepas penat haruslah tempat hiburan yang mengikuti perkembangan jaman. Di era modern seperti ini tempat tempat yang dipenuhi hingar bingar suara selalu identik dijadikan sebagai tempat melepas penat. Tempat hiburan yang nyaman, bersih serta ruangan dingin dan sejuk menjadi pilihan pelampiasan penat kaum muda sekarang ini. Bukanlah hal seperti itu yang menjadi pikiran kali ini dalam kepala. Sebenarnya banyak tempat wisata alam tersedia di sekitaran Banda Aceh. Wisata pantai, sungai hingga air terjun. Jika ingin merasakan sensasi yang berbeda, kunjungilah Ie Suum.




Ie Suum merupakan Bahasa Aceh, dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai Air Panas. Mendengar kata "Air Panas" maka identik dengan kegiatan berendam. Benar sekali, seperti tempat pemandian air panas di daerah lain, berendam adalah tujuan datang ke lokasi ini. Lokasi pemandian Air Panas Ie Suum terbilang lumayan jauh dari Banda Aceh. Jaraknya kira kira 24kilometer dari jantung kota Banda Aceh. Sebenarnya tidak ada angkutan yang langsung menuju lokasi ini. Hanya saja jika tidak ada kendaraan pribadi menuju Ie Suum, naik saja labi labi (angkutan kota) jurusan Krueng Raya. Jika supir berkenan maka kita akan diantarkan ke lokasi ini dengan menambah ongkos tentunya. Jika tidak, setibanya di Krueng Raya dapat disambung menggunakan beca motor. Satu yang harus diperhatikan jika lokasi ini adalah transportasi menuju Banda Aceh hanya ada sampai pukul 17.00 WIB.


Sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan dengan pemandangan pantai tepi laut. Angin semilir sesekali menyapa santai kendaraan yang melintas. Pengendara kendaraan harus tetap waspada karena sesekali ada ternak warga yang menyeberangi jalan. Selain menikmati suasana tepi laut, jika ada waktu singgahlah di Benteng Indra Patra. Benteng peninggalan masa perjuangan melawan Belanda dulu. Dan jangan kaget apabila di perjalanan kita akan melihat kapal kapal besar yang sedang bersandar di pelabuhan. Pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Malahayati. Dulunya dijadikan sebagai pelabuhan penyeberangan menuju Sabang. Jika sudah mencapai Pelabuhan Malahayati, tentunya Ie Suum sudah tidak jauh lagi. Belok ke kanan menuju jalanan yang lebih kecil dan sempit. Masuk kira kira 2kilometer jauhnya maka kita akan menjumpai Desa Suum. Lokasi wisata ini terkesan biasa saja. Tidak banyak rambu rambu yang menjelaskan bahwa daerah ini merupakan lokasi wisata. Masuk ke sebuah jalan yang lebih kecil lagi, jika ada kendaraan roda empat yang berpapasan maka harus berjalan secara perlahan. Tepat 200meter mencapai lokasi, akan ada pos penjagaan. Pengunjung yang datang dikenai retribusi per kendaraan. Sepeda motor dikenai retribusi sebesar Rp 5000,- sedangkan kendaraan roda empat dikenai retribusi sebesar Rp 10.000,- sedangkan pengunjung itu sendiri tidak dikenai biaya. Jika tidak membawa kendaraan maka akan dikenai Rp 3000.- per orang. Pengunjung dapat menikmati seluruh fasilitas yang ada di lokasi ini. Belum banyak fasilitas yang tersedia di lokasi ini.

Jika melihat ke arah sudut kiri dari pintu masuk, akan menjulang tebing yang tinggi. Tampak hijau dan ada beberapa aliran air yang tampak berwarna kuning kecoklatan. Tampak kepulan asap membumbung ke langit. Seperti asap yang keluar dari air yang mendidih. Ya, asap tersebut memang berasal dari Ie Suum, air yang mengeluarkan hawa panas. Tidak sedikit pengunjung yang membawa telur untuk sekedar membuktikan kualitas panasnya Ie Suum. Telur yang diletakkan di dalam air panas kemudian direndam dalam aliran air panas tersebut. Telur benar benar matang. Sayangnya pengunjung yang datang ke lokasi ini tidak menjaga kebersihan. Hal ini terlihat dari sampah sampah plastik, mie instan serta botol minuman ringan berserak di sekitar pusat air panas ini.

Jika kembali menuju lokasi parkir kendaraan, maka akan terlihat kolam kecil yang menampung air panas tersebut. Disini pengunjung dapat langsung berendam menikmati panas nya Ie Suum. Layaknya kolam renang, kolam ini sudah terlapisi keramik dan sangat nyaman digunakan. Jika kita ingin menikmati suasana lain, telah tersedia dua buah kolam renang yang berdampingan namun terpisah. Ada kolam renang untuk pria dan ada kolam renang untuk wanita. Tentunya kolam ini dipisahkan untuk mengindahkan penerapan Syariat Islam di Bumi Serambi Mekkah ini. Setiap kolam dilengkapi dengan kolam kecil tempat berendam dan kolam besar sebagai tempat berenang. Setiap kolam juga dilengkapi dengan kamar mandi. Sayangnya pada saat itu air bersih tidak mengalir dari keran keran yang tersedia. Seperti kolam renang kebanyakan, kedalaman kolam renang Ie Suum pun memiliki tingkat kedalaman yang berbeda. Dari kedalaman 150cm - 200cm.


 Sumber Mata Air Panas

 Kolam Rendam Di Luar

 Kolam Rendam Di Luar


 Kolam Renang Pria

 Untuk menikmati kolam ini, masukkan kaki perlahan ke dalam kolam. Karena jika kita masuk secara mendadak, tubuh akan kaget. Biasanya warna kulit akan berubah seperti memar memar jika dimasukkan secara langsung. Tidak butuh waktu lama untuk penetrasi ke dalam kolam ini. Tidak sampai 10 menit seluruh bagian tubuh sudah terendam air. Baru kemudian berenang perlahan di dalam kolam. Jika tubuh sudah merasa nyaman benar, barulah gerakkan seluruh anggota badan dengan santai. Mandi air panas ini tentunya baik bagi kesehatan. Penyakit kulit dapat disembuhkan jika direndam dalam air panas belerang ini. Bukan hanya itu saja, bagi orang yang memiliki penyakit rematik, mandi air panas ini juga dapat dijadikan sebagai terapi penyembuhan. Jika selepas berendam kita merasa haus dan lapar, jangan bimbang. Di lokasi ini juga tersedia warung warung kecil yang menjajakan makanan dan minuman ringan yang dikelola oleh warga sekitar. Berwisata sekaligus menjaga kesehatan tubuh, suatu hal yang sangat menyenangkan bukan?


Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen