Skip to main content

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai  seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik mandi supaya nanti nyenyak tidur.

Kurang dari 5 menit kedatangan kereta, mesin pengeras suara sudah berteriak parau memberikan informasi. Tak jelas pasti apa yang terdengar saat itu. Hanya ada kata kata Bangkok Hua Lampong. Sepertinya ini nama stasiun kereta di Bangkok. Sebenarnya sudah beberapa kali naik kereta api di Indonesia dan Malaysia. Tapi rasanya kok masih takut kelaparan. Akhirnya saya putuskan untuk membeli beberapa cemilan dan air mineral botol besar. Petugas yang saya tanyai menyarankan saya masuk ke dalam peron perlintasan kereta. Ternyata untuk memudahkan kita untuk naik ke dalam kereta nantinya. Sebuah kereta datang dan saya bingung apakah ini dari Bangkok atau menuju Bangkok. Terpaksa kembali menggunakan bahasa isyarat dan bertanya kepada petugas. Ternyata ini dari Bangkok, selepas kress dengan kereta ini, barulah kereta ke Bangkok akan tiba.

Benar saja tak lama berselang, kereta tujuan Bangkok datang. Beberapa pengguna jasa layanannya turun dari dalam kereta. Berarti Hatyai bukanlah stasiun awal pemberangkatan kereta api. Terlihat beberapa pramugari kereta membantu pengguna jasa layanan kereta yang hendak naik. Sayangnya saya tak tahu apa yang dibicarakan oleh mereka. Yang pasti senyum para petugas sangatlah ramah. Untuk memastikan kursi yang akan ditempati, saya tunjukkan tiket. Ternyata tidak terlalu jauh, hanya 3 baris dari pintu belakang.

Desain kereta apinya sama mirip dengan kebanyakan kereta api lainnya. Toilet berada di ujung gerbong tepat di sebelah pintu masuk. Ketika hampir tiba di Bangkok saya mencoba menggunakannya. Toilet sangat bersih, air, sabun, tisue tersedia lengkap. Toilet tidak berdampingan langsung dengan gerbong yang berisi bangku, melainkan bersebelahan dengan ruang kecil. Ruang tersebut sepertinya tempat untuk menyimpan selimut, bantal dan peralatan lainnya. Ketika pagi saya melihat pramugari meracik kopi disana. Suasana gerbong sore itu sangat ramai. Beruntung saya duduk sendirian saat itu. Model kursi kereta ini seperti kereta bisnis di Indonesia. Formasinya untuk dua orang dan semua menghadap ke arah muka. Sayangnya tidak terlalu banyak ruang untuk kaki, sehingga lutut sering berantuk dengan kursi bagian depan. Pada bagian depan terdapat meja makan yang dapat dilipat. Saya sempat bertanya dalam hati, apa guna meja ini. Toh saya cuma naik kereta bisnis second class.
Kondektur Kereta

Setelah kereta berjalan beberapa menit, pramugari berjalan membawa troli berisikan snack dan minuman ringan. Tidak ada pilihan snack, kita hanya boleh memilih minuman saja. Ada teh, kopi, jus jeruk.

"Its free?" sapaku meretas keraguan
Tidak ada suara yang keluar, hanya senyuman ramah dari pramugari saja. Ah terima saja, kalau nanti harus bayar, ya kita bayar. Belum lagi habis jus jeruk yang saya minta tadi, kondektur dengan ramah menanyakan tiket. Dari beliaulah saya dapat informasi jika kereta akan tiba besok pagi pukul 8 pagi. Berarti kita akan menikmati kereta api ini selama kurang lebih 16 jam perjalanan. Sementara di tiket tertulis kalau kereta akan tiba pukul 6 pagi. Sistem pemeriksaan tiket masih sangat manual. Seperti pemeriksaan tiket kereta api di Indonesia sebelum era 2010an. Tiket masih dilubangi dengan tang kecil. Kondektur kereta api juga berjalan sendiri tanpa kawalan dari petugas keamanan.

Tidak sampai 30 menit pramugari kembali datang membawa troli makanan. Kali ini makanan yang dibagikan lebih banyak. Ada nasi, ikan, ikan, sayur, air mineral. Dibungkus dalam wadah wadah kecil. Inilah sebenarnya sensasi main ke Thailand. Kita harus banyak menebak apa isi dalam wadah tersebut. Karena tidak ada tulisan berbahasa Inggris maupun bahasa Melayu. Saya juga tidak bisa memastikan apakah makanan yang disajikan ini halal atau tidak. Jadi kawan kawan yang akan mencobanya silakan ditanya terlebih dulu. Makanan malam ini identik dengan rasa manis. Rasa nasinya masih mirip dengan nasi di Indonesia. Ikan yang disajikan dibaluri dengan kecap. Rasa gurih dan asin menjadi kalah dengan kecap cair yang ada. Tapi lidah saya masih memberikan toleransi untuk makan malam kali ini. Ikan lain yang disajikan cenderung asin karena tidak diberikan sambal. Tak apalah yang penting kenyang malam ini.

Setelah selesai makan, pramusaji kembali datang membantu membersihkan wadah-wadah tadi. Tak lama mereka kembali hadir dan memberikan sebungkus snack lagi. Betul betul kenyang sepertinya perjalanan kali ini. Jam menunjukkan hampir pukul 7 malam. Para pramugari mulai membagikan selimut kepada setiap penghuni gerbong. Saya sempat kaget, seperti sedang naik pesawat terbang. Padahal pernah naik kereta api eksekutif dari Yogyakarta ke Gambir beberapat tahun lalu juga dapat selimut. Tetapi kali ini lain sekali rasanya. Selimut yang diberikan masih terbungkus dalam plastik. Untuk mengeluarkannya terpaksa plastik harus disobek terlebih dulu. Selimutnya sungguh bersih, harum dan lembut. Meski tidak setebal selimut di Bus Bus Aceh-Medan, tetapi tampaknya malam ini akan dihabiskan dengan tidur saja. Betul saja, tak butuh waktu lama mata sudah meminta lelap.

Menjelang pukul 9 malam saya terjaga dari lelap. Ternyata bangku sebelah saya akan ditempati oleh orang lain. Kemudian ransel saya pindahkan ke rak penyimpanan barang tepat di atas kepala. Dalam perjalanan jauh seperti ini pastikan semua barang berharga termasuk dokumen perjalanan disimpan terpisah dari tas atau ransel pakaian. Saya selalu membawa tas kecil untuk menyimpan dompet, uang, paspor dan telepon seluler. Satu lagi yang sering saya lakukan adalah membawa salinan tiket dan paspor saya. Juga mengunggahnya ke email untuk jaga jaga saja.

Suasana kereta malam ini begitu sepi. Menjelang pukul 10 malam lampu penerangan dimatikan. Jadilah kondisi gelap gulita. Mesin AC menghantarkan dingin menyerang bertubi tubi. Gerajagan Banyuwangi terdengar sendu di telinga, lagu ini yang terdengar dari headset yang diputarkan oleh aplikasi pemutar lagu di telepon selulerku. Malam ini dihabiskan dengan meringkuk dibalik selimut. Sesekali bergeser membenarkan posisi tidur yang masih kurang nyaman. Wajar saja sebenarnya, untuk duduk di bangku ini saya merogoh kocek sebesar 705 atau 750 Baht. Lupa saya juga sebenarnya. Tiket kereta yang ditawarkan petugas loket kemarin dimulai dengan tarif 250Baht - 1105Baht. Tiket untuk kelas sleeper berkisar dari 1000-1105Baht. Sebenarnya di awal saya mau memesan tiket kereta yang kelas sleeper. Hanya saja tidak ada lagi tersedia untuk bagian lantai dasar. Tentunya akan kerepotan bagi saya untuk naik ke kasur tingkat dua nantinya. Disisi lain saya sempat berpikir juga bahwa ini baru awal perjalanan, jadi ada baiknya hemat hemat uang. Nanti kalau badan sudah remuk redam, baru cari fasilitas yang lebih nyaman. Lagian sudah beberapa kali juga toh naik Sleeper Train dari Kualalumpur ke Buterwoth Penang.
Kereta yang saya naiki tiba di Bangkok

Pagi hari mulai terasa. Sinar matahari masuk menusuk dari balik kaca. Teman sebangku perjalanan sudah tidak terlihat. Entah dimana turunnya tadi. Yang pasti saya pastikan semua tas dan barang barang saya masih utuh. Petugas dan pramugari juga sudah mulai berkemas. Mereka merapikan selimut-selimut yang ditinggalkan di bangku kereta. Berdasarkan peta digital, kereta ini akan tiba di Bangkok 1 jam lagi. Masih ada waktu untuk cuci muka dan sikat gigi. Air yang mengalir dari lubang keran sangat segar. Sayang sekali saya tidak mandi di kereta ini. Karena saya berencana mandi di Stasiun Bangkok.

Menjelang masuk Kota Bangkok, kereta berjalan sangat lambat. Bahkan cenderung sering berhenti.  Mungkin karena bergantian jalur kereta dengan kereta lainnya. Ternyata jalur kereta di Stasiun Bangkok ini lebih rumit dari Stasiun Kereta Kiaracondong. Nyaris pukul 8 pagi kereta tiba di Bangkok. Suasana panasnya Kota Bangkok langsung terasa setelah pintu gerbong kereta api dibuka. Lalu lalang masyarakat sangat terasa disini. Suara gaduh bercampur bersama suara klakson kereta api. Baru saja beberapa langkah berjalan, semua orang tiba tiba berhenti, diam dan hening. Saya pun jadi ikut ikut dan masih kebingungan. Ternyata tepat pukul 8 pagi selalu dinyanyikan lagu kebangsaan Thailand. Hal ini bersamaan dengan penaikan bendera Thailand. Nanti sore sekali lagi pukul 18 sore prosesi penurunannya. Semua masyarakat juga diwajibkan untuk berhenti beraktifitas dengan khidmat.

Finally, bisa kembali menikmati suasana Bangkok setelah semalaman di kereta api.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen