Pertama kali menginjakkan kaki di terminal Pulogadung, kesannya sangat
semerawut. Angkutan kota parkir tidak teratur. Calo penumpang bus bebas
berkeliaran di terminal. Petugas terminal kesannya acuh tak acuh.
Pulogadung sedikit kumuh, karena sampah berceceran dimana mana. Pedagang
kaki lima masih kurang teratur. Tetapi jika kita pikirkan itu semua,
maka tidaklah sempat waktu untuk menikmati hal lainnya. Setelah masuk ke
dalam terminal, maka terlihatlah beberapa bus tujuan timur Jawa
terparkir sesuai dengan lintasannya masing-masing. Masih terlihat
bus-bus lama terparkir disana. Stuttgart punya barang, masih mendominasi
Pulogadung sore itu. Entah bagaimana saya menceritakannya, Prima
Intercooler turut menemani OH 1521 hingga varian Mercedez Benz lainnya.
Jika berbicara nama, dari Bejeu, Shantika, hingga Luragung (si raja
pantura) turut memadati suasana Pulogadung yang sendu saat itu.Mungkin
jika melihat Mercedez Benz tidaklah aneh bagi saya, karena sudah lazim
digunakan oleh bus bus Aceh. Menariknya Pulogadung, bus bus tidak hanya
pabrikan Eropa melulu. Beberapa perusahaan bus berani menggunakan
pabrikan dari Negeri Matahari Terbit. Bermesinkan Hino, seperti beberapa
perusahaan bus di Sumatera. Satu hal yang menambah sore itu menjadi
menarik adalah Scania berbalutkan badan cantik terparkir di sudut
terminal. Seolah pembedaan kelas, bahwa bus-bus AKAP memiliki lahan
parkir yang berbeda dengan bus-bus AKDP.
Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.
Comments
Post a Comment