Skip to main content

Tidak Ada Pelecing, Bukan Sasak Namanya

Hari ini hujan rata mengguyur Mataram, Lombok dan sekitarnya. Di awal tahun 2013 Indonesia memang rentan diguyur hujan. Jadi jangan sungkan jika bepergian di periode musim hujan membawa payung. Untuk menjaga kondisi badan, asupan gizi dan makanan yang cukup bisa menjadi pendorongnya. Tentunya makanan dengan komposisi rempah rempah asli dapat membantu menjaga kehangatan tubuh. Sehingga tubuh tidak rentan diserang berbagai macam penyakit. Jika ada waktu berkenan, singgahlah di Mataram. Sebuah daerah di Lombok yang mayoritas penduduknya masih memegang kuat adat Sasak. Tentunya tidak ketinggalan juga makanan khasnya. Tidaklah sulit untuk menemukan masakan khas Sasak yang kaya akan rempah-rempah. Meski tidak banyak rumah makan yang menyajikan masakan Sasak dengan lengkap. Biasanya masakan khas Sasak akan sangat mudah ditemui secara lengkap ketika sedang ada acara Begawe atau acara makan besar secara bersama-sama. Begawe biasa kita temukan ketika sedang ada acara adat pernikahan atau acara keagamaan lainnya.


Sepintas kita seperti memasuki jalan perumahan komplek. Memang lokasi rumah makan satu ini tidaklah seperti rumah makan kebanyakan yang terletak di pinggir jalan. Hampir 50meter masuknya kira-kira. Di pinggir jalan tampak terlihat kurang jelas papan nama Rumah Makan Dian. Jika kita masuk ke areal rumah makan tersebut, maka baru terlihat jelas spanduk yang bertuliskan. "Dian Lesehan, Makanan Khas Sasak"


Jika kita masuk kedalamnya, suasana sejuk terasa. Pepohonan yang rindang turut melahirkan suasa yang nyaman dan asri. Halaman yang luas bisa menjadi tempat parkir bagi pengunjung yang membawa kendaraan. Setiap pengunjung yang datang akan disambut ramah oleh pelayan rumah makan ini. Sesekali si empunya, Pak Muas Iqbal juga turut keluar beramah tamah dengan pengunjung. Sedangkan Ibu Dian sendiri ditemani beberapa orang pegawainya asyik memasak di dapur. Aroma khas selalu datang dari dapur yang terletak di sebelah kanan gerbang masuk. Keasrian rumah makan ini juga didukung dengan tempat makan yang unik. Dimulai dengan tempat cuci tangan yang masih tradisional terbuat dari kendi. Tempat makan yang menampilkan bangunan khas Lombok. Jika pengunjung ingin duduk menggunakan meja kecil, maka ada tempat beratapkan payung sebagai pilihannya. Kebanyakan pengunjung akan memilih rumah-rumahan kecil dengan beratapkan jerami khas Sasak. Suasana semakin hidup ditemani kolam ikan. Pengunjung tidak akan bosan melihat suasana yang itu itu melulu seperti di rumah makan kebanyakan. Uniknya lagi rumah makan ini memiliki sebuah aula yang cukup besar, kita bisa makan bersama dengan 30orang disini. Di dalamnya dilengkapi dengan sound system dan layar kaca yang cukup lebar. Tentunya kita dapat berkaraoke ria di aula ini. Jika bertemu si pemiliki, jangan sungkan untuk mengajaknya bernyanyai, beliau orang yang piawai memainkan suara merdu.





Bau khas terasi sangat menyengat ketika makanan mulai disajikan. Ternyata ini bukan seperti sambal terasi biasa. Sambal ini menemani kangkung, kacang panjang juga ada taoge (kecambah) di dalamnya. Ya inilah yang dikatakan dengan sambal pelecing kangkung khas Sasak. Aroma yang segar memaksa kita ingin cepat cepat menikmatinya. Rasanya sendiri mungkin dapat dibayangkan apabila bawang putih, cabai merah, cabai rawit, kencur, daun jeruk, garam dan gula bersatu dalam cobek penggiling bumbu. Turut menyertai baki besar semangkuk soto sedang. Ada daging ayam suir di dalamnya beserta telur juga mie kuning. Saya tidak tahu pasti apakah ini yang dinamakan dengan Soto Sicang, Soto Khas Sasak tentunya. Sebakul sedang nasi panas turut menghiasi arena makan kali ini. Alas nasi di dalam bakul adalah daun pisang yang hijau. Ini sebagai penjaga aroma khas beras Sasak.

Beberuk, pertama mendengarnya saya sontak tertawa. Semacam jenis hewan, tetapi ini makanan aneh yang pernah mendarat di lidah saya. Beberuk adalah makanan yang terbuat dari terong bulat ungu yang dirajang dan diiris kecil kecil. Nantinya akan menyerupai acar. Bumbunya hanyalah jeruk limau, bawang merah, cabai rawit, tomat, dan sedikit gula. Rasanya seperti manis asam pedas. Jika sudah ada Beberuk, maka akan ada makanan khas yang wajib bertemankan beberuk. Ayam Taliwang, siapa yang tidak pernah mendengar jenis makanan satu ini yang telah mendunia. Pertama saya mendengarnya, saya pikir ini makanan dari Thailand sana, ternyata makanan ini berasal dari Lombok. Sebenarnya saya bingung ini masuk dalam kategori ayam bakar atau bukan, karena jenis tampilannya seperti ayam bakar. Baiknya kita tanyakan saja sejenak bagaimana pengolahannya. Ayam Taliwang merupakan ayam kampung yang setelah dibersihkan bagian dalamnya kemudian di bakar di atas api. Sebelumnya, ayam dilumuri dengan garam. Setelah tampak masak, ayam dipukul seperti ayam penyet. Ayam jadi benar benar empuk kelihatannya. Kemudian ayam kampung tersebut dilumuri bumbu yang terdiri dari kemiri, cabai rawit, cabai merah besar, garam dan terasi tentunya. Kemudian ayam kembali dibakar. Sudah terbayang bukan bagaimana rasanya? Jangan kaget ketika disajikan ternyata Ayam Taliwang ini cukup pedas rasanya. Suku Sasak sudah terbiasa dengan makanan dengan bumbu pedas. Selain pelecing kangkung tadi, disini juga disajikan pelecing ayam. Rasanya pedas asam yang sangat menggoda selera.

Masakan khas Suku Sasak tidak hanya terkenal pada ayam saja. Ada juga ikan bakar yang menjadi masakan andalan terutama di acara besar. Ikan Bakar Madu, dari namanya saja sudah unik bukan? Sesuai dengan namanya, ikan ini dibakar dan dalam pengolesan bumbunya turut disertakan pula madu sebagai pelapisnya. Satu lagi yang membuat hati berdecak kagum adalah sayur pelepah pisang pilihan. Ya sayur ini dinamakan dengan Ares. Bahan dasar terbuat dari pelepah pisang terdalam yang diiris iris, dimasak dengan santan kelapa serta bumbu khas Sasak tentunya. Makanan lain kembali dihidangkan, diantaranya ikan bakar khas Sasak yang telah dilumuri sambal. Ikan tidak berbau amis, meski segarnya masih terasa. Jika mampir di warung makan ini, jangan lupa untuk memesan sate ikan. Ikan yang ditumbuk halus kemudian dilengketkan pada batang sate. Dibakar bersama bumbu pedas dan asam. Rasanya seperti sate Ikan Tanjung Khas Lombok Utara. Kalau Sate Ikan Khas Tanjung itu menggunakan ikan Cakalang, kalau sate ikan yang ini  namanya sate Pusut :)

Sebenarnya masih ada beberapa makanan khas dari Suku Sasak, seperti ayam goreng, gulai ayam, ikan, sate bulayak dan lain sebagainya. Tetapi karena keterbatasan lambung. Maka sementara hanya makanan ini dulu saja yang disantap siang ini.

 Nasi, ikan bakar dan pelecing

 Sate Pusut

 Sambal Pelecing

 Gulai Ayam

 Ares

Kolaborasi Ayam Taliwang, Ikan Bakar, Pelecing, Tempe Goreng, Sambal Lombok









Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen