Skip to main content

Long Trip Jalan Sendiri

Ini adalah tanggal 5 Desember 2010 dimana dua hari yang lalu baru saja menghirup udara di Kota Medan. Malam ini adalah malam yang meletihkan mungkin. Setelah seharian bercengkrama dengan sahabat sahabat di Bandung. Tanpa sengaja, Ari (Ucok) berada di seputaran komplek rumah. Ini jam 11 malam. Mobil barunya melarutkan malam menuju seputaran Sukajadi. Selepas itu meluncur di jalanan menuju warung tenda di Gasibu. Segelas teh susu hangat menantikan pagi sedikit. Biar bagaimanapun kami sering berseteru, toh kami berkawan di luar forum. Inilah yang terjaga dari Ucok. Sekarang jam 12 lewat, kasihan juga kalau dia sampai ketiduran nanti ketika menyetir. Merapatlah kami ke travel Cipaganti Dipatiukur. Ucok pulang, belum boleh cek in di travel ini ternyata. Harus menanti beberapa saat sebelum keberangkatan. Dengan bermodal selembar fotokopian Kartu Tanda Mahasiswa Unpad ku yang hampir usang, dapatlah diskon 10ribu rupiah. Sejam lamanya, dan berangkatlah mobil ini tepat jam 2 pagi.

Masih ada sekotak Bika Ambon yang kemarin kubawa. Jadilah ini sarapan pagi. Dan lagi lagi di Batavia kali ini duduk juga dibangku panas no 10. Aih, bertemu lagi dengan pramugari yang kemarin dari Medan. Senyum sapa sejenak, ternyata beliau juga ingat akan rambut panjang ku yang beberapa helai. Ingat juga dengan topi batik Jogja ku.
Setelah 2 jam di lambung pesawat, sampai lah di Bandara Sepinggan. Tak asing bandara ini, hanya sedikit lebih ramai sekarang. Ya, aku ingat benar lekuk tiap sudut bandara di Balikpapan ini. Akhir tahun 2008, kami pernah seharian disini menanti pesawat jam 7 malam ke Surabaya. Dari jam 8 pagi kami berkeliling membunuh bosan di bandara ini. Berjalan kaki aku keluar bandara mencari angkutan kota. Harus dua kali katanya kalau mau ke terminal bis. Bersih, benar benar bersih jalanan aspal Kota Balikpapan. Di angkutan kota saja ada tempat sampah, sampai penumpang nya ikut menjaga kebersihan. Sampai di terminal angkutan kota. Ongkosnya 3 ribu rupiah. Kalau dekat 2.500. Perut belum lagi terisi nasi, tapi rasanya ingin cepat sampai di Samarinda. Ada sedikit hal yang membuat aku dimarah dengan supir angkot siang ini. Kutanya, apakah ini ke terminal bis, beliau melambaikan tangan dengan lima jari melebar seolah mengatakan tidak. Tapi saya ragu, saya tanya lagi untuk memastikan. Beliau marah, "tadi saya bilang apa rupanya?" katanya. Wah jadi tambah bingung. Dengan kebiasaaan ceplas ceplos, saya bilang bapak tadi g bilang apa apa, maaf saya ini orang baru, kalau tidak mengerti tolong lah dipahami. Setelah ditanyakan bahwa saya dari Bandung, barulah supir itu mengajak ku untuk menumpang di angkotnya. Sampai lah di tempat pemberhentian Bus Balikpapan - Samarinda. 21ribu ekonomi dengan bangku 2-3. Padat sesak ternyata. Owh ada kapal baru bersandar, jadi banyak penumpang jauh rupanya dengan sarat bawaannya. Dengan kaki yang sedikit tertekuk tidak nyaman, akhirnya bus ini berlari di jalanan. Uniknya di bus ini, kita bayar ongkos di pemberhentian tadi, dan diberi tiket. Lalu kondektur menyobek tiket tadi ketika bus berjalan. Jadi kalau ada penumpang lain yang naik di jalan, mutlak ongkos jadi pendapatan sampingan.
Dua jam saja, terlihat juga sungai mahakam di ujung sana. Rinduku mahakam tersampaikan, air mu yang coklat keruh, kapal kapal tambang yang lalu lalang, dan jajaran warung tenda di tepian. Sesuai dengan suasana hati, teduh rasanya ada di sekitarnya.




Barangsiapa minum air mahakam, niscaya dia pasti akan kembali katanya...

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen