Skip to main content

Featured Post

Lasem A Timeless Coastal Town on Java’s Northern Shore

Tongkonan, Mimpi Yang Tersampaikan


Beberapa kali saya menggerutu. Kondisi jalan raya yang tak cukup lebar juga menikung memaksa roda dua yang dikendarai Allyz harus meliuk kesana kemari. Tidak jauh memang, Palopo - Rante Pao hanya berjarak 60kilometer. Jantung kerap dipacu dalam nada lembut turun naik jalan disana. Dari batu-batu jarak kilometer menjelaskan Rante Pao ada di depan. Anehnya di lintasan ini latar batu diwarnai kuning. Jika tulisan hitam, tidak mungkin jelas terlihat. Senyum bahagia jelas terlihat, beberapa rumah dengan atap membumbung runcing pada bagian depan dan belakang. Pertanda kami sudah memasuki wilayah Toraja. Entah Toraja Selatan atau Toraja lainnya, yang penting Toraja. Rumah rumah adat berbaris berkelompok seperti Rumah Bolon di Samosir. Tidak seperti di Sumatera Barat yang berbaris rapih di tepi jalan. Selang beberapa kelompok rumah, baru terlihat lagi rumah adat lainnya. Belakangan saya tahu namanya Tongkonan. Tongkonan menyerupai kapal kayu bentuknya, ini yang menjadi pembeda dengan rumah adat serupa lainnya di Indonesia.



Kemenangan minimarket sekarang yang telah banyak menjamur adalah memberikan kenyamanan berbelanja juga toilet gratis. Dari sebuah minimarket di tengah kota Rante Pao kami dapatkan informasi bahwa Kete Kesu tidak jauh lagi. "Dari patung kerbau belok kiri, kira kira 3 kilometer jauhnya, Kete Kesu ada disebelah kanan Kak", ujar pramuniaga tersebut. Hanya beberapa ratus meter dari tempat kami singgah tadi terlihat Tugu Kerbau di tengah jalan. Sepertinya ini yang disebut dengan Kerbau Tedong. Tak begitu jauh dari jalan besar, pintu masuk Kete Kesu terlihat. Saya tidak tahu pasti berapa tiket masuk ke lokasi wisata yang satu ini. Siang itu sepertinya kami digratiskan pengelola. Mungkin karena ada interaksi awal kami dengan ibu penjaja souvenir di pintu masuk.
Menjadi kebiasaan saya untuk menanyakan sarung lokal dari daerah setempat. Yakinlah sebuah buah tangan yang akan berharga bagi kami orang Sumatera adalah sehelai kain sarung.

Dari kejauhan sudah terlihat Tongkonan berbaris berpasang-pasangan. Sepertinya sudah disusun sedemikian rupa agar pengunjung leluasa menghampiri bangunan yang satu dengan lainnya. Pun jiga ada kegiatan adat setempat, bisa digelar di halaman depan rumah. Tidak luas memang, hanya saja memanjang. Beberapa rumah terlihat memajang kepala  kerbau di atas pintu masuknya. Tanduk-tanduk tedong disusun membumbung tinggi menggapai pucuk atap rumah. Juga terlihat disusun rapi di dinding bagian samping rumah. Hampir seluruh bagian Tongkonan menggunakan bahan baku kayu, anyaman bambu, rotan, juga ijuk.


Menjadi aneh ketika saya melihat bagian atap tersusun dari batang bambu yang dibelah dua silindernya. Sepintas saya mendengar dari guide lokal yang menceritakan kepada turis asing yang datang bahwa beberapa desa menggunakan seng sebagai atap dari Tongkonannya. Bangunan yang berada di sudut sebelah kiri merupakan Tongkonan kecil sebagai lumbung padi atau kerap disebut 'Alang'. Sepertinya kultur masyarakat Toraja menyerupai masyarakat Badui yang memisahkan lumbung padi dengan rumah hunian. Ini langkah baik untuk menghindari kebakaran yang kerap berasal dari dapur.
Lumbung Padi kerap disebut Alang

Konsep Tongkonan tidak jauh berbeda dengan Rumah Bolon di Tanah Batak sana. Bagian depan dijadikan sebagai tempat tidur sekaligus ruang berkumpul. Sedangkan bagian belakang juga dijadikan sebagai dapur. Kebanyakan rumah tradisional tidak menempelkan kamar mandi bersama dengan rumah inti. Tidak jarang pula rumah rumah tradisional belum mempunyai kamar mandi. Dinding-dinding rumah yang terbuat dari kayu besar kerap diukir dengan motif matahari dan hewan. Ayam menjadi motif yang kerap ditorehkan disana. Asumsi saya pribadi mengatakan mungkin karena berada jauh dari lautan, maka masyarakat Toraja menggantungkan kehidupannya dari pertanian, perkebunan, dan kerajinan tangan yang berasal dari kayu.
Baca Juga: Menikmati Pacco: Ikan Mentah Khas Sajian Tradisional Sulawesi


Akhirnya saya mendapatkan penjelasan setelah menguping sejenak di depan makam, seorang guide bercerita kenapa dipahat ayam dan matahari, ini sebagai perlambang keadilan. Jika ada permasalahan di Toraja, masyarakat kerap berunding bermufakat (Tongkon = duduk bersama sama). Keadilan adalah kasta tertinggi dari kehidupan. Hingga kembali saya simpulkan sendiri bahwa keadilan adalah sesuatu yang abadi disini layaknya matahari. Sementara dua mata ayam memandang dua sisi yang setara dan berimbang, tajinya kuat menyelesaikan masalah dan kokok lengking ayam mengawal sebuah permasalahan kepada sebuah penyelesaian. Saya juga tak dapat membedakan bagaimana Tongkonan 8 dan Tongkonan 4. Hanya saja pernah membaca ada satu kelompok yang membangun Tongkonan sebanyak 8 buah dan ada yang membangun hanya 4 saja. Ah mungkin dampak belum minum kopi Toraja sehingga saya berkelakar.

Rumah Tongkonan

Tongkonan adalah rumah adat suku Toraja yang terkenal dengan atapnya yang melengkung seperti perahu terbalik. Rumah ini bukan sekadar tempat tinggal, tapi juga simbol status sosial, warisan leluhur, dan pusat kehidupan adat masyarakat Toraja. Biasanya, rumah ini dibangun menghadap utara sebagai simbol penghormatan kepada nenek moyang. Selain itu, dindingnya dihiasi ukiran khas yang masing-masing memiliki makna filosofis.

Namun, seiring perkembangan zaman, Tongkonan menghadapi tantangan modernisasi dan urbanisasi. Banyak generasi muda Toraja yang merantau ke kota dan memilih tinggal di rumah modern, sehingga beberapa Tongkonan mulai terbengkalai. Untungnya, pemerintah dan masyarakat adat tetap berupaya menjaga warisan budaya ini. Beberapa Tongkonan kini dialihfungsikan sebagai tempat wisata atau pusat budaya agar tetap terawat dan bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya.

Selain tetap lestari, Tongkonan juga mendapat pengakuan internasional. Pada Kongres Arsitek se-ASEAN ke-4 yang digelar di Makassar pada Juli 2023, Tongkonan diakui sebagai salah satu karya arsitektur terbaik di dunia. Desainnya yang unik, sistem konstruksinya yang kuat tanpa paku, serta makna filosofisnya menjadikan rumah adat ini sebagai salah satu kebanggaan Indonesia di mata dunia.

Lebih dari sekadar bangunan, Tongkonan memiliki fungsi sosial yang sangat penting. Rumah ini menjadi pusat kehidupan masyarakat Toraja, tempat berlangsungnya upacara adat, diskusi keluarga, hingga perayaan besar seperti Rambu Solo’ (upacara kematian) dan Rambu Tuka’ (upacara syukuran). Di dalamnya tersimpan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap leluhur.

Meskipun zaman terus berubah, Tongkonan tetap menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat Toraja dari masa ke masa. Bagi yang berkunjung ke Toraja, melihat langsung rumah adat ini adalah pengalaman yang tak boleh dilewatkan!

Comments

  1. Jika ada permasalahan di Toraja, masyarakat kerap berunding bermufakat (Tongkon = duduk bersama sama) >>> saya jadi paham tenyata begitu falsafahnya.....amazing sekali. TFS mas Henri...

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak, terimakasih sudah sudi singgah hehe

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cara Merubah Tempat Duduk Kereta Api Yang Sudah Dipesan

Naik kereta api adalah salah satu pilihan transportasi yang mengasyikkan dan efisien, terutama bagi para pelancong yang mencari kenyamanan serta pemandangan yang menarik selama perjalanan. Dengan berbagai pilihan kelas dan rute yang tersedia, kereta api menawarkan pengalaman yang unik dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Baik untuk perjalanan jarak jauh atau sekadar perjalanan sehari-hari, kereta api dapat memberikan kenyamanan dan kepraktisan yang dibutuhkan. Namun, terkadang, Anda mungkin perlu menyesuaikan bangku Anda agar perjalanan menjadi lebih menyenangkan dan sesuai dengan preferensi Anda. Mengganti Bangku Kereta Api Mengganti bangku kereta api dapat dilakukan dengan mudah, baik secara offline maupun online. Jika Anda memutuskan untuk mengganti bangku secara offline, Anda perlu melakukan pengajuan di stasiun kereta yang telah ditentukan. Proses ini memerlukan verifikasi dan dapat dikenakan biaya administrasi. Penting untuk memperhatikan batas waktu pengajuan serta me...

Jadwal dan Tarif Bus Arimbi Rute Bandung - Merak

Bus Arimbi adalah pilihan transportasi yang nyaman dan terpercaya bagi para penumpang yang ingin melakukan perjalanan dari Bandung ke Merak, atau sebaliknya. Dengan fasilitas lengkap dan pelayanan yang memadai, Bus Arimbi menjadikan perjalanan Anda lebih mudah dan menyenangkan. Artikel ini akan membahas tentang rute, tarif, fasilitas, serta cara pembelian tiket Arimbi untuk perjalanan yang lancar. Rute Perjalanan Bus Arimbi Bus Arimbi melayani rute perjalanan dari Bandung menuju Merak dan sebaliknya. Perjalanan dimulai dari Terminal Leuwipanjang Bandung , yang merupakan titik keberangkatan utama. Dari sini, bus akan melewati beberapa daerah dan jalur utama seperti Tol Pasir Koja, Slipi, Kebun Jeruk, Serang , Cilegon , hingga akhirnya tiba di Merak . Lama perjalanan yang dibutuhkan sekitar 6 jam, tergantung kondisi lalu lintas. Rute ini melalui jalur tol utama yang cukup ramai, namun perjalanan tetap nyaman berkat fasilitas yang disediakan oleh Bus Arimbi. Fasilitas yang Menjamin Keny...

Transportasi Umum di Bandara Radin Inten II ke Kota Bandar Lampung

Bandar Udara Radin Inten II (TKG) merupakan bandara utama di Provinsi Lampung yang terletak di Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Bandara ini menjadi gerbang utama bagi wisatawan dan pebisnis yang ingin mengunjungi Lampung. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pilihan transportasi umum yang tersedia dari dan ke bandara ini. Artikel ini akan membahas berbagai opsi transportasi, tarif, dan tips perjalanan yang bisa membantu Anda dalam merencanakan perjalanan dengan nyaman. Pilihan Transportasi Umum di Bandara Radin Inten II Saat ini, terdapat beberapa moda transportasi yang dapat digunakan dari Bandara Radin Inten II ke pusat Kota Bandar Lampung maupun ke daerah lainnya. Berikut adalah beberapa opsi transportasi yang tersedia: 1. Bus Trans Lampung Bus Trans Lampung adalah salah satu pilihan transportasi umum yang nyaman dan terjangkau dari Bandara Radin Inten II. Rute: Bandara Radin Inten II - Pahoman - Graha Wangsa (pusat Kota Bandar Lampung) Tarif: Sekitar Rp25.000 per penumpang...