Skip to main content

Tempat Wisata Tersembunyi di Sabang Aceh

Berangkat dari main ke Medan, dengan tergopoh gopoh dapat juga bisa malam terakhir. Meski duduk di bangku tempel, mata terkantuk, akhirnya bisa nyenyak di Lhokseumawe karna dapat bangku kosong. Tak tersadar waktu, terbangun di terminal bus Banda Aceh jam 9 pagi. Ternyata bus tadi cukup lambat karena 11jam baru tiba. Supaya lebih murah, saya putuskan naik ojek saja ke pelabuhan Ulhee Lhee Rp 20.000.00.
Kalau naik becak motor, mungkin lebih dari Rp 30.000.00. Sampai di Pelabuhan ternyata kapal sudah mau berangkat. Sekarang anggaran sedikit lebih besar, jadi naik kapal cepat kelas ekonomi Rp 60.000.00. Loh kan biasanya Rp 55.000,00 ya?

Ah sudahlah nanti saya maksimalkan semua di kapal. Lapar tak dapat ditunda, seporsi mie seduh dengan cepat masuk ke lambung. 5 ribu rupiah harganya. Eh iya, tidak semua kapal cepat ini punya kantin ya. Numpang charger ponsel gratisan. Sampai juga di pelabuhan Balohan Sabang. Naik transport umum ke kota 20ribu jika kendaraan pribadi dan 15ribu jika kendaraan semacam ELF (mini van).
Langsung masuk ke Hotel Montana, karena sudah pesan sebelumnya. Contact Person Montana Hotel 0852 6177 5831. Berada di Jl Surapati 20 Sabang. Oh iya, setiap transport di Sabang itu door to door ya, jadi diantar ke tempat.
Untuk hari pertama langsung menuju Gapang. Eh iya, kemarin itu sudah booking ELF untuk transport selama disana. sampai di Gapang, sebenarnya menarik, tetapi karena sudah pernah kesana, jadi seperti biasa. Langsung ke Nol Kilometer. disini juga serasa biasa karena sudah pernah. Jadi tak lama kembali ke Iboih.
Menikmati segelas kopi menikmati sore dan bercanda dengan bule bule. Menjelang senja, kembali memutuskan untuk ke Nol Kilometer naik scooter kawan. WOw eksotis, naik juga ni vespa sampai ke ujung Indonesia.

Nol KM

 Nol Km

 Iboih

Perumahan Maskapai Belanda di Kota



Malam ini tak ada yang menarik, selain kurang tidur, memang tidak ada plan lain. Jadi ada baiknya pulihkan stamina. Pagi kembali, dan rasanya saya tertinggal pagi. Jadi tak sempat menikmati sunrise. Mencari segelas kopi di Iboih, ini adalah cara menikmati pagi. Setelah mandi, ke tempat rental snorkel. Per item 15.000. Tetapi kalau sewa sepaket fin, life jacket dan kaca mata hanya Rp 40.000. Untuk sewa boat ke Pulau Rubiah Rp. 100.000. Jika ingin menggunakan perahu kaca Rp 300.000. Bisa sharing cost. Keuntungan perahu kaca adalah kita bisa menikmati biota laut yang terlihat dari lantai kapal melalui kaca. Kita diantar ke Pulau Rubiah, setelah snorkling baru diantar keliling pulau dan kembali ke Iboih.


Dermaga Kecil di Iboih

Menuju Rubiah

 Karang Batik


Eksotis sekali snorkling di sekitar Rubiah. Ada karang besar disana dengan jutaan ekosistem laut yang menggoda. Ini sungguh luar biasa, meski kata kawan akan sangat menarik lagi jika diving. Oh iya kita dapat menyewa penutup kamera maupun ponsel, untuk mengambil foto di dalam air, harganya Rp 40.000. Jika ingin menyewa kamera harganya Rp 150.000 include box agar kamera bisa digunakan untuk menyelam ke dalam air.

Kedai di Rubiah

Melihat Iboih dari laut

Kano di Iboih


Hampir satu jam snorkling, perut lapar. Di Rubiah ada sebuah warung yang menyediakan makan dan minum. Di sekitar kedai ini juga ada beberapa cotage, sewanya dari 70.000 - 250.000. Hanya saja, listrik di Pulau ini menyala pada pukul 18.00-24.00.  Maklum menggunakan genset. Ah disini bertemu lagi dengan kawan sebelah kamar yang katanya dari Jakarta. Andai saja tadi tahu hendak kemari kan bisa sharing cost. Dia bersama kawan barunya. Yang satu dari Makassar dan istrinya dari Jogja peranakan Bandung. Setelah makan siang, kapal menjemput. Akhirnya keliling Pulau. Diceritakan driver kapal tentang keunikan pulau ini. Rubiah merupakan pulau karantina jemaah haji jaman dulu kala yang hendak ke Mekkah.

Baca Juga: Cara Traveler Menghasilkan Uang

Hampir tiba di dermaga kecil Iboih, ditunjukkanlah karang batik. Ya karang bawah laut yang menyerupai batik. Indah nian menikmati cottage cottage di pinggir laut. Sampai di Iboih, langsung prepare ke Sumur Tiga dekat Kota.














Ah ini cottage begitu sendu, romantisme mengusik kalbu. Bagaimana tidak, ini semacam kamar hotel bintang tiga tetapi semua dari kayu. Kamar mandi di dalam, dengan teras menghadap ke laut. Jadi kita bisa sekedar duduk duduk atau tidur di ayunan untuk menikmati laut. Tak terucapkan dengan kata kata rasanya. Mampir ke tempat makan, disini ada makanan dan minuman ala eropa dengan harga Indonesia. Salutnya lagi semua yang kita belanjakan disini dikenai pajak. Disini bertemu lagi dengan ketiga kawan tadi di Rubiah. Sejenak bercengkrama dengan Ai (namanya) dan juga temannya. Dari tempat makan ini kita bisa menikmati hamparan pantai pasir putih yang sangat indah. Saya sarankan jangan mandi lewat dari jam 6 sore, karena gulungan ombak membesar :). Malam menjelma, segelas kopi temani habiskan waktu. Ketika pagi menyambut, jalan jalan di pantai mungkin bisa jadi agenda yang tak boleh luput. Rona memerah muncul di ujung laut, perlahan mentari hadir di sudut. Hingga saya katakan, sungguh menyesal datang ke Sabang tapi tak singgah ke Sumur Tiga.


Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen