Skip to main content

Arti Penting Relief pada Tugu Sekura sebagai Simbol Identitas dan Kebanggaan Lampung Barat


Ada yang menarik minat saya ketika menyambangi Tugu Sekura di Lampung Barat. Tugu Sekura berada di pusat Kota Liwa. Terdapat relief pada dinding monumen tersebut. Ada beberapa motif relief yang menjadi perhatian saya sore itu. Motif tersebut antara lain motif manusia, motif hewan, motif flora, dan motif perahu. Motif-motif ini juga terdapat pada kain tradisional suku Lampung yang terkenal, yaitu Kain Tapis.

Kain Tapis merupakan salah satu jenis kain tradisional yang digunakan oleh suku Lampung. Tapis sendiri digunakan oleh kaum perempuan. Meski kain tapis juga terlihat digunakan oleh kaum pria. Semoga saja pemikiran saya ini tidak salah. Karena selain kain Tapis, terdapat sarung tumpal yang khusus digunakan untuk pria. Tapis adalah kain berbentuk sarung yang terbuat dari tenunan benang kapas dengan hiasan benang emas menggunakan teknik sulam Lampung yang dikenal sebagai "cucuk". Sementara sarung tumpal merupakan kain sarung khas Lampung yang ditenun dengan menggunakan benang emas dan digunakan di luar celana, mulai dari lutut hingga pinggang.

Baca Juga : Tugu Sekura: Destinasi Wisata Sejarah di Kota Liwa yang Tidak Boleh Dilewatkan

Ternyata masyarakat adat Lampung di masa lalu mempunyai makna yang mendalam untuk memutuskan penggunaan motif-motif tersebut. Salah satu motif yang terlihat dalam relief tersebut adalah motif perahu. Motif ini mempunyai makna penting dalam pandangan hidup masyarakat Lampung. Perahu melambangkan peralihan seseorang menuju derajat yang lebih tinggi. Dahulu, masyarakat Lampung mempercayai bahwa perahu merupakan kendaraan arwah nenek moyang yang berpindah dari dunia bawah menuju ke dunia atas.

Kuda, gajah dan kerbau juga seringkali digambarkan sebagai hewan tunggangan dalam seni tradisional suku Lampung. Hal ini melambangkan derajat seseorang yang tinggi dalam masyarakat Lampung. Hal ini juga terlihat dalam relief pada Monumen Tugu Sekura.

Motif tersebut juga sering digunakan pada Kain Tapis, kain tradisional yang terbuat dari tenunan benang kapas dengan hiasan benang emas. Kain Tapis dengan motif kuda gajah dan kerbau umumnya dipakai oleh gadis-gadis dan istri pimpinan adat, sehingga menunjukkan bahwa perempuan memiliki status derajat yang sangat dihormati dalam masyarakat Lampung.

Baca Juga: Kenali Sekura Kenali

 
Motif kuda, gajah dan kerbau juga terdapat pada relief Tugu Sekura, yang ingin menunjukkan keindahan seni dan kekayaan budaya Lampung. Relief ini juga ingin menyampaikan pesan bahwa perempuan memiliki peran penting dan dihormati dalam masyarakat Lampung, serta menggambarkan simbol-simbol yang digunakan untuk melambangkan prestise dan derajat sosial seseorang.



Motif manusia, hewan, dan flora juga banyak digunakan dalam Kain Tapis, memberikan keindahan dan makna yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Lampung. Semua motif tersebut juga terdapat pada relief Tugu Sekura, menunjukkan kekayaan budaya dan keindahan seni yang dimiliki oleh Lampung.

Sedangkan motif burung menandakan kebebasan dalam memilih dan dipilih asal sesuai dengan adat istiadat yang berlaku, perilaku sopan, lemah lembut dalam ucapan untuk menyenangkan orang lain. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya menjaga sopan santun dan tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain.

Motif naga pada relief ini memiliki arti sebagai seorang pemimpin atau penguasa hendaklah bijaksana, sabar, menghargai orang lain dan dapat mempertimbangkan suatu masalah dengan kepala dingin. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya memiliki kepemimpinan yang baik, serta mampu mengambil keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap orang lain.

Baca Juga: Melihat Budaya Indonesia Dari Tradisi Sekura

Motif manusia pada relief ini memiliki arti bahwa untuk mencapai kesempurnaan atau sukses perlu memiliki akal pikiran yang sehat, sabar, jujur, terutama dalam menghadapi persoalan. Tingkah laku dan tutur kata harus disesuaikan dengan status dan kedudukan atau gelar yang sebanding. Pesan yang ingin disampaikan adalah pentingnya memiliki moralitas yang baik serta menjaga tata krama dalam bergaul dengan orang lain.

Penggunaan motif-motif tersebut bukan tanpa alasan yang kuat. Menurut obrolan ringan dengan masyarakat di Liwa, motif ini dulunya seperti menjelaskan adanya hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, karena setiap individu memiliki keterbatasan dan kemampuan yang berbeda-beda. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena manusia saling membutuhkan dalam memenuhi kebutuhan fisik, emosional, dan sosial.

Alam juga merupakan anugerah bagi manusia, dimana manusia bertanggung jawab untuk merawat dan menjaganya agar terus terjaga untuk kepentingan kehidupan manusia itu sendiri. Dalam menjaga alam, manusia harus bertindak bijak dan bertanggung jawab agar alam dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi kehidupan manusia di masa depan.

Melalui motif-motif pada relief ini yang juga disematkan pada Tapis suku Lampung, masyarakat Lampung ingin menyampaikan pesan-pesan moral yang penting untuk dipegang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kain Tapis dan motifnya bukan hanya sekedar pakaian atau hiasan, namun juga sarana untuk menyampaikan nilai-nilai dan pesan-pesan yang dapat menginspirasi dan membentuk karakter positif dalam diri manusia.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen