Skip to main content

Secuil Belanda di Taman Celocia Kabupaten Aceh Jaya

 

Kendaraan roda empat yang kami tumpangi terpaksa harus kembali berputar arah. Ternyata kami benar benar tidak memperhatikan arah tujuan yang telah ditunjukkan pada google maps. Padahal sejak memasuki kawasan Calang kami sudah memperhatikan peta digital yang tersedia di telepon seluler. Setelah memarkirkan kendaraan, kami bergegas untuk masuk ke dalam. Dari tepi jalan terlihat beragam tanaman bunga yang memenuhi seisi halaman. Ada bunga berwarna merah, kuning, dengan daun hijau yang lebat.

Ya, akhirnya kami tiba di Taman Bunga Celosia Garden, Kabupaten Aceh Jaya. Jaraknya sekira 160km dari Banda Aceh. Dapat ditempuh kira kira 3 jam lamanya dengan kendaraan roda 4. Taman Bunga Celosia Aceh Jaya ini belakangan meramaikan ruang-ruang media sosial terutama instagram. Wajar saja, taman ini menawarkan keindahan bunga-bunga dan nuansa bangunan bercorak Amsterdam.

Pengelola taman ini terlihat bergegas keluar dari persembunyiannya. Menyambut kedatangan kami di loket kedatangan. Setiap pengunjung yang datang dikenai tiket masuk yang menurut kami sangat terjangkau. Ya sangat terjangkau ketimbang harus merawat tanaman yang sangat beraneka ragam. Keindahan taman semakin terlihat dengan tertatanya bunga-bunga dengan berbaris rapih. Sejak awal memang tujuan kami adalah kincir angin yang berada di bagian belakang halaman. Terlihat ada jembatan kecil di depannya. Pengelola menyarankan kami untuk mengabadikan diri di atas jembatan ini. Benar saja, kami seolah sedang berada di Belanda. Tetapi masih ada yang kurang ternyata, dan perasaan itu tiba tiba saja hilang setelah pengelola melepas tali pengait baling-baling. Benar saja, baling baling pada kincir angin mulai bergerak seiring kecepatan angin yang datang.

Kami udah sampai Amsterdam, Mak
 

Beberapa bangku taman disediakan di tempat ini. Ternyata ini sangat berfungsi dikala matahari sedang terik-teriknya seperti saat ini. Ternyata kami datang di waktu yang kurang tepat, disarankan untuk berkunjung ke tempat ini disaat pagi atau sore hari. Selain untuk berteduh, kursi taman yang disediakan juga sangat cocok untuk dijadikan sarana untuk berfoto ria. Pada bagian tengah taman tersedia bangunan yang menyerupai gudang kecil di Amsterdam. Pengelola menyediakan makanan dan minuman yang siap dijajakan pada bangunan ini. Tentunya jangan lupa juga untuk menjadikan bangunan ini sebagai latar foto kita.

 
Papan Penunjuk Arah

Kembali ke bagian depan taman, terlihat tulisan besar Celocia Aceh Jaya. Disini kami kembali berfoto ria. Memang sejatinya taman ini digelar untuk pengunjung yang senang berfoto ria. Terdapat beberapa bangku disekitarnya untuk para pengunjung melepas lelah. Sepintas saja saya lupa jika sedang berada di Aceh Jaya. Musik yang dilantunkan pengeras suara membawa suasana pengunjung ke wilayah pertanian di Amsterdam sana. Mungkin jika disini ada wahana memberi makan kelinci atau ternak lainnya, maka akan semakin hidup suasananya.


Tetapi lebih dari itu, berbanggalah kita karena ada hal-hal baru yang tersaji di Aceh Jaya. Sehingga ada alasan masyarakat yang melintas untuk singgah berkunjung. Hal ini tentunya akan mendorong perputaran roda ekonomi masyarakat di sekitar. Celocia, sepertinya kita sedang tidak di Aceh Jaya.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen