Skip to main content

Keripik Oleh Oleh Khas Lampung

Meski nyaris 17 tahun tinggal di Tanah Lampung, saya nyaris bingung ketika dimintai buah tangan ketika berkunjung ke Bumi Sang Ruwai Juray. Banyak sebenarnya buah tangan yang bisa dibawa jika saya memperhatikan sejak awal. Memasuki daerah Panjang berbaris rapi toko toko yang menjual makanan ringan khas Lampung seperti keripik pisang, kemplang, dan lanting. Sebenarnya lanting ini jajanan khas Jawa menurut saya, mungkin saja disebarluaskan di Lampung ketika era transmigrasi dulu. Baru saya sadari bahwa Lampung itu memiliki komoditas pisang terbaik. Hal ini terbukti dengan banyak truk besar yang mengangkut pisang menyebrang melalui Ferry dari Bakauheni menuju Merak. Jika pisang pisang tersebut diolah di daerah asal, bukan tidak mungkin akan membantu perekonomian penduduk sekitar. Selain makanan, saya melihat beberapa toko merchandise yang menyediakan dompet, tas, kaos hingga batik Lampung. Saya lupa di jalan apa, kalau tidak lupa lokasinya berdekatan dengan Yen Yen. Sebagian masyarakat Bandar Lampung pasti mengenal Yen Yen, yaitu pusat oleh oleh jajanan khas Lampung.



 

Atas arahan Asep, seorang kawan dari alumni Pemerintahan Unila kami menuju pusat keripik di Bandar Lampung. Mudah saja mencari lokasi ini. Jika kita berasal dari Rajabasa, maka kita harus menuju Unila, hingga akan kita temui Lampu Merah yang di satu sisinya akan terlihat sebuah Mall atau SPBU. Kita terus saja lanjut lurus ke depan. Tidak jauh dari lampu merah tersebut akan terlihat putaran jalan untuk kendaraan memutar. Setelah memutar maka akan terlihat jalan masuk ke kiri ke komplek perumahan militer. Tidak jauh dari kita masuk tadi maka akan terlihat kedai kedai yang menjajakan keripik dan oleh oleh khas Lampung lainnya. Jika bingung apa nama daerah ini, banyak yang menyebutnya daerah PU atau Jalan Pagar Alam. Keripik disusun rapi di dalam toples besar berbentuk tabung maupun kubus. Akan terlihat karena sisi depan wadahnya terbuat dari kaca bening.

Baca Juga: Kenali Sekura Kenali

Keripik pisang yang dijual disini terlihat sangat fresh. Mungkin karena setelah diolah langsung disajikan untuk dijual. Berbagai jenis rasa yang ditawarkan disini. Ada keripik rasa coklat yang menjadi idola pengunjung. Rasa lain yang cukup menggugah selera, diantaranya rasa daging sapi, rasa kacang, rasa balado, rasa strawberry. Ada keripik dengan rasa yang unik menurut saya, keripik rasa kopi. Iya benar rasa kopi. Tidak pernah terpikirkan bahwa Lampung juga merupakan penghasil kopi terbaik di nusantara. Sebelum membelinya, saya diperbolehkan untuk mencicipi seluruh rasa keripik yang ada. Wah tentunya sangat menguntungkan pembeli. Kita tidak akan kecewa dengan rasa yang kita beli karena telah mencicipinya terlebih dahulu. Keripik kopi yang saya cicipi sangat empuk. Memang tidak serenyah keripik pisang murni. Mungkin menjadi lembab karena ditaburi adonan kopi. Hanya saja tidak mengurangi rasa pisang yang khas. Pisang yang sudah empuk tetap lembut di lidah. Yang menjadi nilai plus dari produk daerah ini adalah lidah kita tidak lengket karena coklat ataupun kopi.

Harga yang ditawarkan cukup bersahabat di saku pengunjung. Untuk 1kilogram keripik dikenai harga Rp 40.000,00. Keripik tidak harus dibungkus menjadi 1kilogram. Keripik yang kita beli dapat dibungkus menjadi 250gram. Untuk rasa yang beragam, bisa saja kita beli setiap rasa per 250gram. Setelah dibungkus ke dalam plastik, kita juga dapat meminta dibungkus ke dalam kardus sehingga lebih mudah untuk dibawa. Jika kita sudah kembali ke daerah asal dan rindu dengan keripik khas Lampung ini, tenang saja karena kita dapat memesannya. Setiap kedai penjaja keripik akan mencantumkan nomor telepon mereka di setiap kemasannya. Bila ke Lampung, belum lengkap kalau tak bawa buah tangan Keripik Lampung.

Comments

  1. Kalau hrg keripik lanting yg blm digoreng brp hrgnya 1 kilo kalau kirim ke bangka belitung

    ReplyDelete
  2. Kalau hrg keripik lanting yg blm digoreng brp hrgnya 1 kilo kalau kirim ke bangka belitung

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen