Skip to main content

Solong Coffee Premium Beurawe

Kota Banda Aceh sudah sewajarnya apabila disebut sebagai kota nya Kedai Kopi. Bagaimana tidak, kita dapat dengan mudah mencari sebuah warung kopi di Kutaraja ini. Jarak yang sangat berdekatan tidak mempengaruhi grafik pengunjung. Beberapa hal yang saya perhatikan bahwa kebanyakan pengunjung datang karena sudah berlangganan. Hanya beberapa saja yang tak sengaja singgah atau datang karena penasaran. Ajakan teman bisa jadi sebuah alasan untuk mengunjungi sebuah kedai kupi. Seperti ketika saya mengunjungi Solong Coffee Premium di Beurawe. Beberapa kali melintasi daerah ini tidak membuat saya serta merta singgah ke Solprem begitu sebutan kede kupi ini. Karena sudah kerap ngopi di Solong Lampineung dan Solong Ulee Kareng tidak membuat saya penasaran dengan cabang Solong terbaru ini. Yang menjadi acungan jempol saya adalah Solong dimanapun berada tidak menyediakan layanan internet. Sehingga pengunjung yang datang benar benar menikmati kopi dan bersilaturahmi. Inilah esensi sebenarnya dari sebuah kedai kupi.



Biasanya ketika berkunjung ke sebuah kedai kupi yang baru saya datangi, saya hanya memesan kopi. Jika kopi yang disajikan pas di lidah, bisa jadi di lain waktu saya akan memesan sanger (semacam kopi susu). Lambung saya sebenarnya kurang bermasalah dengan sanger. Maka kerap keluar kalimat, enak di lidah tak enak di perut. Tapi karena sanger adalah citarasa dari kenikmatan kopi, maka lidah tak pernah berdusta untuk mencicipinya kembali. Datanglah segelas kopi yang masih panas di hadapan mata. Ada sedikit aneh menurut saya karena tampilan gelas yang berbeda dengan kede kupi kebanyakan. Gelasnya kecil sedikit tinggi. Mungkin ini yang dijadikan ciri khas dari Solong Coffee. Wangi aroma kopi yang muncul memang benar benar khas dari Solong. Bahkan ketika saya mencoba mencari rasa yang sama, tidak saya temukan di kede kupi lainnya. Buih buih kopi membuat lidah tak sabar untuk lekas menikmatinya. Jika ingin menikmati citarasa kopi Aceh, minumlah ketika masih hangat. Selain aroma wangi yang masih sangat kental, rasa asam kopi akan sangat terasa di lidah. Ketika di tenggorokan, kehangatan juga terpancar dari aliran kopi yang ada. Untuk ukuran rasa saya dapat mengatakan bahwa Kopi di Solprem ini dikategorikan pada Kopi Kelas A atau tertinggi. Soal harga, tentunya segelas kopi yang ditawarkan masih lebih bersahabat di kantong ketimbang generasi Solong sebelumnya.

Jangan terkejut ketika melihat hiruk pikuk di Solong Premium ini. Pengunjung silih berganti dan para pelayan tak bisa lama lama berdiam diri. Gelak tawa sesekali terdengar dari beberapa meja. Benar benar diskusi dan silaturahmi kede kupi yang satu ini. Jika hendak bercakap cakap di kede kupi ini, disarankan untuk sedikit besar suara agar terdengar lawan bicara. Selain kopi biasanya disajikan kue kue tradisional. Beberapa jajanan yang saya cicipi rasanya masih standar seperti beberapa kede kupi lainnya. Hanya saja roti selai cukup nyaman di lidah. Jadi roti selai Solprem bisa dicatat untuk dinikmati ketika berkunjung lagi. Karena saya datang menjelang siang, maka nasi gurih yang biasa tersedia di pagi hari sudah habis. Sedangkan martabak dan mie belum lagi ada karena biasa berjualan menjelang petang.

Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen