Skip to main content

Rayuan Kuliner Lampineung

Pagi baru saja beranjak, matahari kembali menapaki Jalan Panglima Nyak Makam, Banda Aceh. Roda sepeda masih menemani keringat pagi yang enggan beranjak dari badan. Kepulan asap dari jauh samar terlihat. Jelas terlihat sebuah drum di tepi jalan yang mengeluarkan api perlahan tapi pasti. Malu malu asap putih abu abu jelas mengepuli ketan kecil berselimutkan daun pisang yang hijau benar. Pulut Ketan Bakar, begitulah tenar nama jajanan ini di Aceh. Sesekali kendaraan singgah untuk membeli beberapa potong Pulut Ketan tersebut. Bahkan tidak jarang yang langsung memakannya di lokasi tersebut. Pulut Ketan merupakan satu dari sekian banyak jajanan pagi yang biasa singgah di kedai kopi. Makanan ringan khas Aceh ini kerap dijadikan sebagai sarapan pagi.




 Adalah Lampineung, sebuah daerah di Banda Aceh yang bertaburkan beberapa kedai kopi ternama di Banda Aceh. Belum ke Aceh katanya kalau belum menikmati kopi saring. Kenapa disebut dengan kopi saring? Karena penyajiannya melalui proses penyaringan. Kopi direbus di atas air yang direbus. Aneh bukan kedengarannya? Ini adalah proses memasak kopi menggunakan uap air panas. Air kopi yang sudah matang benar kemudian disaring untuk memisahkan irisan biji kopi yang masih ada. Sehingga kopi benar benar tinggal air saja. Proses penyaringan kopi juga sering diangkat setinggi mungkin untuk mengurangi tingkat keasaman kopi. Asamnya kopi bisa turut dalam uap kopi yang keluar ketika saringan diangkat tinggi tinggi ujar seorang penyaring kopi. Meski banyak daerah lain di Banda Aceh yang menjadi sarang dari kedai kopi ternama, tetapi rasanya tidaklah berlebihan menyebut Lampineung sebagai sarang dari kedai kopi. Kedai kopi benar benar menjamur di sepanjang jalan Panglima Nyak Makam yang notabene sebagai daerah dimana beberapa instasi pemerintahan berada. Anehnya, meski sangat berdekatan satu sama lain, kedai kopi di Lampineung selalu ramai dikunjungi penikmat kopi. Tentunya harga kopi yang ditawarkan beragam.
Selain dari kopi Aceh yang khas, ada beberapa jenis kopi yang sepertinya tak lazim disuguhkan di kedai kopi seputaran Lampineung. Sebut saja sanger, siapa penghuni Banda Aceh yang tak mengenal jenis kopi susu ini. Sanger merupakan racikan kopi dengan susu, tetapi rasanya sangat berbeda jauh dengan kopi susu yang yang biasa kita nikmati di daerah luar Aceh sana. Rasa kopi benar benar terasa.

 Apakah ada jenis kopi lainnya di Banda Aceh? Ada tentunya. Kopi kocok telur, demikian saya sering menyebutnya. Telur ayam kampung dikocok hingga merata yang kemudian diseduh menggunakan kopi hitam yang panas. Nikmatnya tiada tara. Rasa telur tidak lagi terasa amis, tetapi tidak mengurangi esensi dari telur itu sendiri karena telah dipadukan dengan kopi. Selain menikmati segelas kopi, ketika pagi kita bisa menikmati sarapan nasi pagi. Nasi pagi biasa berisikan telur, ikan, atau ayam. Uniknya nasi ini sudah dibungkus menggunakan kertas atau daun pisang. Biasanya juga di setiap warung kopi terdapat penjaja nasi gurih dan lontong. Nasi gurih tidaklah berbeda dengan nasi pagi, hanya saja disajikan menggunakan piring. Jadi pembeli bisa memilih lauk pauk ketika ingin menyantapnya. Jika enggan sarapan nasi, kita dapat mengganti nasi dengan lontong sayur. Lontong sayur di Banda Aceh hampir serupa dengan Lontong Sayur Padang yang sangat kental santan. Lontong Sayur bertemankan ikan teri, kacang, ikan asin, kerupuk, serta sayur sayuran khas Aceh. Sebagai lauk, ayam goreng, telur atau perkedel cocok jadi temannya. Nimpan juga sangat cocok menemani pagi ini. Kue kue kering dan basah biasanya menemani ragam meja meja di kedai kopi seputaran Lampineung.

Menjelang siang, beberapa rumah makan mulai menggelar dagangannya. Jangan ragu untuk mencoba santap siang kuliner di Lampineung. Dari kari ayam khas Aceh, gulai kambing hingga Soto khas Jawa pun ada. Tampak papan nama Mie Hijau menggoda selera dari tepi jalan. Jika mampir ke daerah Lampineung, janganlah lupa menikmati sepiring Mie Aceh nan gurih. Bisa disajikan kering atau dengan kuah, yang pasti jangan lupa minta keripik emping sebagai temannya. Selepas makan, bisa kita mampir sejenak di kios kios yang menjual buah segar untuk mencari makanan pencuci mulut. Jika terik melanda, terkadang haus tak terkira cepat mendera. Jangan sungkan untuk singgah menikmati segelas kelapa muda yang dijajakan ditepi jalan Panglima Nyak Makam ini. Segelas besar akan sisuguhkan oleh si penjual. Selain air kelapa muda, dibeberapa tempat juga disajikan air tebu. Sangat cocok untuk menghilangkan dahaga dikala siang hari.


Di sepanjang jalan ini, terlihat beberapa gerobak yang menjual lauk pauk dan sayuran dalam bentuk bungkusan. Tidak jarang orang yang tak sempat memasak lauk pauk. Sehingga dapat membelinya dan membawa pulang lauk pauk tersebut. Menjelang sore biasanya penjual durian berjajar rapih di ujung jalan ini mendekati Simpang BPKP. Tepat di samping penjual durian tersebut biasanya juga ada penjaja ketan bakar (pulut). Pulut juga sangat nikmat jika disajikan bersama durian. Jika tidak ada pulut, ketan hitam yang telah dimasak juga sangat cocok bertemankan durian. Ada satu hal yang tidak bisa dilupakan dari ujung jalan ini, yaitu Pisang Adabi. Pisang goreng serta gorengan lainnya menjadi satu pilihan jajanan sore yang cocok untuk kita nikmati. Entah bagaimana asal muasalnya, Pisang Adabi merupakan pisang goreng yang rasanya lain seperti pisang goreng kebanyakan. Kenikmatannya terasa ketika tepung pelapis pisang ini menyentuh lidah.

Ingin menikmati suasa lain dari warung kopi, dengan menu yang lebih modern, tetapi tetap bisa duduk santai? Di seputaran jalan ini juga terdapat kedai yang menyajikan fast food tetapi tidak mengesampingkan esensi tradisionalnya. Katakan saja burger, kita dapat menikmatinya dari sebuah kedai di seputaran Lampineung. Menjelang gelap, lampu lampu penjual nasi goreng mulai menyala. Ada sebuah kedai nasi goreng yang sangat saya gemari. Disajikan dalam keadaan panas, minyak dan bumbu sangat terasa. Lain seperti nasi goreng Aceh kebanyakan yang sudah dimasak sejak sore. Nasi goreng ini tetap panas di kuali, tidak di panci tempat nasi. Lokasinya di depan sebuah dealer sepeda motor tidak jauh dari Kantor BPK. Masih ada beberapa kuliner lainnya di seputaran Lampineung, mungkin kita bisa mencobanya lain kali.


Comments

  1. Memang Lampineung semakin hari semakin bertambah ramai saja. Bangga sebagai warga yg lahir dan besar disini.Apa yg mau dimakan hampir ada semua di sini memang. Gak usah jauh jauh ke pusat kota.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen