Skip to main content

Kembali Lagi ke Jogja


Dengan menumpang kereta Malabar dari Banjar, tibalah di Stasiun Tugu, Yogyakarta tepat pukul 00.30 WIB pada tanggal 26 Desember 2012. Ini mirip dengan kedatangan tahun 2010. Hanya saja kali itu saya turun dari kereta ekonomi dan tiba di Jogja jam 5 sore tanggal 25 Desember 2010. Dan nyaris sama, saya meninggalkan Natal bersama keluarga. Selama berada di lambung Malabar, kisah kisah dalam lagu mengalun mesra di telinga. Tangan asyik dengan media social. Baterai aman, karna sebelumnya di Medan sengaja membeli Power Bank atau apapun itulah namanya. Sesekali seperti anak gaul mencoba untuk check in di aplikasi foursquare. Dan entah ada beberapa badge yang didapat tanpa sengaja, karena di setiap pemberhentian selalu check in pemirsa.


Kali ini adalah benar benar bingung. Karena terbiasa turun di Stasiun Lempuyangan, maka saya bertanya kepada Poltak dimana itu Pintu Selatan. Maklum saya tak pernah berhenti di Stasiun Tugu, baru sekali ini ke Jogja naik kereta api yang mahal. Dengan percaya diri yang tinggi dan didorong atas keinginan yang luhur, melangkahlah saya melalui terowongan bawah stasiun Tugu. Alih alih percaya diri, padahal hati ingin cepat merokok karena selama di kereta tadi dihimbau untuk tidak merokok.

Di hadapan pintu keluar sudah menyapa Ilka Jansen, adik tingkat Poltak. Kawan dulu ke Borobudur November 2011. Sembari menyalakan sebatang rokok, melajulah kami di jalanan Jogjakarta. Sembari berseloroh katanya, Jogja berubah Bang, banyak gedung di Malioboro dihancurkan. Ah masa iya pikirku, setelah melewatinya, ternyata hanya candaan semata haha, ditipu saya pemirsa. Langsung melaju ke Perumahan BPK dimana mereka bermarkas. Sembari protes karena perut tak bisa kompromi, cacing cacing dalam perut unjuk rasa karena didera lapar yang tajam. Pergilah kami menikmati Soto Sampah, semacam itulah namanya. Murah meriah, tapi gak kenyang. Baiklah tak apa, yang penting ada isinya.

Masih sembari melepas rindu, kembali pulang melalui BNI Malioboro, terkenang sudah lokasi ini. Ini lokasi pertama kali yang saya ketahui sebagai ujung arah mata angin bila ke Jogja. Dari sini selalu mengambil rute angkutan umum. Karena Dhani mengatakan bisa keluar, maka subuh itu pun bergerak ke sebuah kedai kopi. Saya lupa namanya, nanti kalau dapat foto nya di laptop akan saya masukkan disini. Bercanda mesra, bercerita masa lalu, mengenang segala perih kesah, kelucuan dimasa muda. Hidup memang berputar, tapi kisah tak pernah lari dari ingatan yang terpijar. Bercerita tentang masa kuliah, masa indah jalan bersama, hingga masa sulit makan sepiring bertiga. Beginilah Jogja ketika bersama.

Aih bicara apa saya kali ini? Mungkin karena mata sudah mengantuk ada baiknya tidur saja.

Comments

  1. jogja :)

    tempat yg pengen ane datengin,, tp kagak pernah kesampean,,haha

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen