Skip to main content

Ulee Kareng Coffee

Ulee Kareng Coffee an extraordinary taste from Aceh. very delicious coffee from Serambi Mekkah. Ulee Kareng coffee initiated since 1960 and become one of the famous local coffee in Aceh. Aceh distinctive flavor offered in one of the hallmarks of this family legacy. This quality makes this coffee also popular to outside the country. Commitment to maintain 100% natural taste of original coffee, manifest by managing in modern way without prejudice traditional concept.

Ulee Kareeng Coffee is package in various packs and it often used as a souvenir, Household needs, hotels, restaurant and coffeeshops. Showroom of Ulee Kareng Coffee at : Jl. Lamreung No 2, Banda Aceh. You can call at Telp 0651-7559002 or fax: 0651-7559003. email: kopi_uleekareng@yahoo.com

 Bagi penikmat kopi lokal, tidak ada salahnya mencoba kenikmatan Kopi Ulekareeng. Harum kopi nya semerbak menggugah selera. Di showroom ini, kita tidak hanya bisa menikmati kopi yang diseduh langsung, untuk dijadikan oleh oleh pun tak kalah ciamik. Ada kopi yang sudah digiling halus, ada juga biji kopi yang belum digiling. Kita dapat memilih beragam jenis kopi Ulee Kareeng disini, dengan harga yang beragam tentunya. Kemasan kopi dimulai dengan kopi sachet (siap saji) hingga kopi dengan berat 100gram, 200gram, hingga 1kilogram.



 Jika ingin membeli kopi yang belum digiling menjadi bubuk, kita dapat turut serta membeli penggiling kopi mini. Harganya relatif terjangkau, Rp 350.000,00. Biji kopi dimasukan diatas, kemudian tuas pemutar digerakkan. Bubuk kopi yang sudah jadi akan masuk ke dalam kotak di bawah. Ketika kotak ditarik, kita tinggal memindahkannya ke dalam gelas.

Showroom Kopi Ulee Kareeng ini dikemas dengan elegan tanpa mengesampingkan esensi dari kekhasan kopi Aceh. Sehingga para penikmat kopi betah berlama lama berada di dalamnya.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen