Skip to main content

Menikmati Seporsi Mie Ongklok Di Dataran Tinggi Dieng

Apa yang terbayang dengan mie tersebut. Ini mungkin perjalanan konyol sewaktu libur Mei kemarin. Dari Banjar sengaja berangkat pagi sekali diantar bapak ke tempat bus. Tak lama lewatlah minibus jurusan Banjar-Purwokerto. Sial memang kalau naik minibus ini karena terbilang lambat. Banjar-Purwokerto ditempuh dalam waktu 4jam. Biasanya cuma 3 jam. Saya tak terlalu ingin mengeluh soal supir yang selalu menelpon spionnya di sudut jalan. Apakah mobil lawannya sudah lewat atau belum. Agar ada jarak, sehingga ada peluang mendapatkan penumpang.

Sampai juga di Purwokerto. Sekarang sudah rapih ini terminal. Makan sepiring nasi dengan ayam rendang Padang 10ribu rupiah. Lumayanlah rasanya. Langsung menuju bus besar jurusan Semarang via Parakan. Karena target tujuan adalah Dieng. Ah saya lupa berapa ongkosnya. Rasanya 25K. Bus juga terbilang lambat karena penumpang terbilang sepi. Jam 3 baru sampai di Wonosobo.
Turun di persimpangan menuju Dieng. Bodohnya aku karena percaya saja kepada calo bahwa cuma minibus ini nanti yang sampai ke Puncak Dieng. Alhasil menunggu 30 menit baru berangkat. Dan sialnya lagi, di pasar kecil 10Km menuju Dieng, mobil ini berhenti lagi. Ya ngetem menunggu penumpang lagi. Atas arahan Mas Kukuh kuncen Dieng begitu kawan kawan bilang, maka turunlah di depan Wisma Bu Jono. Nanti kalau ada yang ke Dieng, cari saja Wisma ini. Segala fasilitas sampai tour guide ada disana. Pelayanannya? mantap dah, karena kawan tadi di perjalanan yang berasal dari China cukup menikmatinya. Padahal saya juga baru saja berkenalan dengan mereka.

Tak lama muncul juga mas Kukuh. Segelas kopi panas hangatkan tubuh. Wow service yang paten. Padahal saya tak ada rencana menginap disana. Meski dirayu beberapa kali, tapi saya katakan bahwa tujuan saya ke Dieng adalah untuk semangkok mie ongklok. Kemudian diantarlah ke kedai yang tak jauh dari sana. Rasanya seperti mie kebanyakan, hanya saja ada rasa jahe yang kental. Mungkin inilah rasa yang khas, sebagai ciri mie ongklok. Dieng senja kali itu cukup dingin, tapi semangkok mie ongklok, turut menghangatkan suasana. 

Mie Ongklok adalah hidangan mie khas Jawa Tengah, Indonesia. Mie ini terbuat dari mie yang direbus dan disajikan dengan kuah kaldu ayam atau daging sapi yang kental. Ciri khas dari Mie Ongklok adalah cara penyajiannya yang unik, yaitu mie dan kuahnya disajikan dalam mangkuk tanah liat yang belum dihaluskan, sehingga memberikan sentuhan tradisional yang khas. Biasanya, Mie Ongklok juga dilengkapi dengan irisan daging ayam atau daging sapi, telur rebus, dan daun bawang sebagai hiasan. Mie ini dikenal karena rasanya yang gurih dan lezat, membuatnya populer di kalangan pecinta kuliner Indonesia.

Di ajaklah berputar Dieng meski sejenak padahal hari sudah magrib. Ya pertemuan tak lama dengan mas Kukuh. Karna saya memaksa untuk turun ke Wonosobo. Dapatlah minibus terakhir. Meski berat, tapi dilepas juga oleh Mas Kukuh. Thanks ya mas atas jamuannya. Kelak saya kembali kesana. Tapi tak akan terkecoh oleh ongkos Wonosobo - Dieng 8K yang dibilang 10K. Waktu kembali, si kondektur tak berani meminta 10K lagi karena ternyata itu adalah mini bus yang sama saya tumpangi tadi waktu ke Dieng. Tertera di kaca bahwa tarif Wonosobo - Dieng 8K. 

Update di tahun 2024, tarif Microbus Wonosobo ke Dieng adalah 15-25 ribu rupiah.





Berikut adalah beberapa tempat yang terkenal untuk menikmati mie ongklok di kawasan Dieng:

1. Mie Ongklok Longkrang:
   - Lokasi: Dieng Kulon, Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah.
   - Kedai ini dikenal sebagai generasi pertama pencipta mie ongklok. Mie ongklok di sini diracik dengan potongan kol, daun kucai, dan kuah kanji kental. Citarasanya sudah mendunia, bahkan mie ongklok dari sini dikirim dengan bumbu beku ke luar negeri! Kedai ini beroperasi mulai pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.

2. Mie Ongklok Pak Muhadi:
   - Lokasi: Jalan Ahmad Yani No. 1, Wonosobo, Jawa Tengah.
   - Selain mie ongklok yang istimewa, Anda juga bisa mencicipi tempe kemul dan geblek di sini. Kedai ini selalu ramai pengunjung dan buka hingga pukul 20.00 WIB.

3. Mie Ongklok dan Sate “Bu Umi”:
   - Lokasi: Jalan Masjid, Wonosobo Timur, Wonosobo, Jawa Tengah.
   - Kedai ini menyajikan mie ongklok dengan tambahan irisan daun kol dan topping bumbu sate istimewa. Sayangnya, ratingnya belum tercatat, jadi pastikan Anda mencoba sendiri!.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen