Skip to main content

The Hallway Space: Hidden Gems Di Tengah Kota Bandung



Kota Bandung yang selalu ramai dengan hiruk pikuknya, dikenal karena budayanya yang kaya, scene kuliner yang beragam, dan perpaduan unik antara modernitas dengan tradisional. Di antara banyaknya keindahan kota ini terdapat permata tersembunyi yang baru-baru ini menarik perhatian masyarakat lokal dan wisatawan - The Hallway Space.

Tersembunyi di dalam Pasar Kosambi. Dalam ingatan kita, Kosambi adalah pasar tradisional yang dikenal secara historis sebagai tempat masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari. The Hallway Space menawarkan konsep yang menyegarkan dan inovatif. Wahana baru ini menggabungkan elemen pasar modern, ruang seni, dan pusat komunal. Ketika saya menjelajahi lorong-lorong The Hallway Space, saya langsung terpukau oleh atmosfernya yang unik dan perpaduan harmonis antara masa lalu dan masa kini.


Awalnya saya bingung karena tidak ada penunjuk arah. Tetapi pedagang di Pasar Kosambi dengan ramah menunjukkan arahnya. Saya berjalan ke sisi kanan, dekat dengan lapak Resko yang menjual seragam. Dari sana terlihat ada beberapa jenjang tangga. Sedikit membawa kita masuk ke The Hallway Space, di mana kalian akan disambut dengan suasana yang sejuk dan mengundang, kontras dengan kebiasaan hiruk-pikuk pasar tradisional.

Salah satu aspek yang paling mencolok dari The Hallway Space adalah fleksibilitasnya. Tempat ini berfungsi sebagai pasar modern dalam konteks pasar tradisional, menawarkan berbagai label lokal, toko-toko vintage, dan kelezatan kuliner mulai dari steak dan mie hingga ramen. Konsep food court-nya mirip dengan food hall kontemporer, dilengkapi dengan musola (ruang sholat) dan toilet untuk kenyamanan.




Saya menikmati segelas teh susu dingin. Dengan rasa teh yang kuat sekali. Mengingatkan teh susu di Banda Aceh sana. Manis di depan, ada rasa pahit diujung. Di sini juga tersedia beragam roti, mpek mpek, cuanki, dan jajanan lain.

Yang membedakan The Hallway Space adalah kemampuannya untuk memenuhi berbagai minat dan demografi. Bagi kaum muda dan para penggemar seni lokal, ada pameran seni dan acara-acara yang rutin diselenggarakan di sini, menambahkan lapisan ekstra dari kegembiraan dan pengayaan budaya pada pengalaman tersebut.



Di sini juga tersedia ruang untuk menonton film lokal. Kalian dapat membeli tiketnya secara online. 

Namun, seperti halnya ruang lainnya, ada ruang untuk perbaikan. Selama musim hujan, jalur masuk dapat menjadi becek dan kadang-kadang tercium bau sampah pasar yang khas dari area pasar basah di lantai bawah. Meskipun demikian, pengalaman secara keseluruhan tetap menarik dan layak untuk dijelajahi.



Ingatan saya ke The Hallway Space bukan hanya tentang menikmati kuliner dan mengagumi karya seni lokal; ini tentang mengungkapkan permata tersembunyi dan membagikannya dengan pembaca saya. Konsep mengubah ruang pasar tradisional menjadi pusat yang hidup bagi kaum muda dan para kreator tidak hanya patut diacungi jempol tetapi juga mencerminkan semangat progresif dan evolusi budaya Bandung.

The Hallway Space menjadi bukti kemampuan Bandung untuk mengubah dirinya sendiri sambil tetap mempertahankan warisannya. Ini bukan hanya tempat untuk makan atau berbelanja; ini adalah ruang komunal di mana ide-ide bertukar, kreativitas berkembang, dan pengalaman baru menanti. Baik Anda adalah penduduk lokal yang mencari tempat unik untuk berkumpul atau wisatawan yang mencari pengalaman budaya yang autentik, The Hallway Space menjanjikan pengalaman yang berkesan dan memperkaya yang menangkap essensi pesona Bandung.



Jika kalian berkunjung kesini, jangan khawatir jika tak membawa uang cash. Hampir semua tenant yang tersedia, menyediakan pembayaran secara digital. Ayo, kapan lagi kalian mampir kesini. Melengkapi sepatu, jas, topi vintage, atau warna warni tas rompi yang beragam. Atau juga sekedar menikmati es krim yang sangat enak sekali.


Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen