Skip to main content

Menikmati Suasana Petang yang Menakjubkan di Jalan Asia Afrika, Bandung

 


Jalan Asia Afrika adalah salah satu jalan utama di kota Bandung, Indonesia. Jalan ini memiliki makna sejarah yang penting karena menjadi tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955, yang melibatkan pemimpin negara-negara Asia dan Afrika dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan, anti-kolonialisme, dan solidaritas di antara negara-negara tersebut.

Jalan Asia Afrika terletak di pusat kota Bandung dan membentang sepanjang 2,2 kilometer. Jalan ini menghubungkan dua titik penting yaitu Gedung Merdeka, yang menjadi lokasi utama Konferensi Asia-Afrika, dan Alun-Alun Kota Bandung. Di sepanjang jalan ini terdapat berbagai bangunan bersejarah dan ikonik yang mencerminkan arsitektur kolonial Belanda dan gaya arsitektur Art Deco.

Jalan Asia Afrika juga dikenal dengan sebutan "Braga", yang merujuk pada salah satu jalan samping yang terkenal di Bandung. Braga Street dulu merupakan pusat kehidupan sosial dan budaya dengan banyaknya toko, restoran, kafe, dan bioskop. Meskipun telah mengalami perubahan seiring berjalannya waktu, Jalan Asia Afrika dan Braga Street masih menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi.

Selain bangunan bersejarah, Jalan Asia Afrika juga memiliki taman dan area pejalan kaki yang luas, di mana orang dapat berjalan-jalan, bersepeda, atau sekadar menikmati suasana kota. Jalan ini juga menjadi lokasi berbagai acara dan festival, seperti pawai budaya, pameran seni, dan konser musik.

Secara keseluruhan, Jalan Asia Afrika di Bandung adalah sebuah simbol sejarah, keindahan arsitektur, dan pusat kehidupan kota yang menawarkan pengalaman yang berbeda bagi pengunjungnya.



Petang di Asia Afrika

Jalan Asia Afrika di Bandung tidak hanya terkenal karena sejarahnya yang kaya, tetapi juga karena keindahan dan pesonanya di saat matahari mulai terbenam. Saat petang menjelang, suasana jalan ini berubah menjadi magis dengan cahaya senja yang memancar dari langit, menerangi gedung-gedung bersejarah yang ikonik.

Langit di Jalan Asia Afrika pada saat petang memberikan palet warna yang menawan, mulai dari nuansa merah, jingga, hingga ungu yang dramatis. Cahaya senja tersebut menciptakan kontras yang memesona dengan bangunan-bangunan bersejarah di sepanjang jalan, seperti Gedung Merdeka, Hotel Savoy Homann, atau Gedung Bank Indonesia.

Suasana petang di Jalan Asia Afrika juga menjadi momen yang istimewa untuk menikmati aktifitas masyarakat lokal dan pengunjung yang berlalu-lalang. Anda dapat melihat orang-orang berjalan santai, pengunjung berpose untuk foto di depan gedung-gedung bersejarah, atau keluarga yang sedang menikmati waktu bersama di taman-taman sekitar.

Tidak hanya keindahan visualnya, tetapi juga suasana petang di Jalan Asia Afrika diiringi dengan kehidupan kota yang riuh. Anda dapat mendengar suara kicauan burung, langkah kaki orang-orang yang berjalan, serta bisik-bisik cerita dan tawa yang mengisi udara. Semua elemen ini menciptakan suasana yang unik dan tak terlupakan.



Jika Anda ingin mengabadikan momen indah ini, jangan lupa untuk membawa kamera atau smartphone Anda. Ambillah foto-foto yang memukau dari sudut yang berbeda dan tangkap keajaiban petang di Jalan Asia Afrika. Anda dapat berpose dengan latar belakang gedung-gedung bersejarah yang megah atau mengambil foto candid yang menangkap kehidupan sehari-hari di jalan ini.

Selain itu, jangan lupakan juga untuk menikmati kuliner lokal yang lezat di sekitar Jalan Asia Afrika. Setelah menikmati petang yang menakjubkan, Anda dapat mampir ke kafe atau restoran di sekitar jalan ini untuk menikmati hidangan khas Bandung sambil melanjutkan pengalaman yang tak terlupakan.

Jadi, jika Anda mencari pengalaman yang memukau di Bandung, jangan lewatkan petang yang indah di Jalan Asia Afrika. Nikmati keindahan pemandangan, suara, dan suasana yang menyertainya. Rasakan pesonanya dan biarkan momen ini menjadi kenangan yang tak terlupakan dalam petualangan Anda di kota Bandung.

Terima kasih telah membaca artikel ini. Selamat menikmati petualangan petang yang luar biasa di Jalan Asia Afrika, Bandung!


Comments

Popular posts from this blog

El Comandante Coffee

Pria berambut pendek dan rapih menyambut kedatangan sore kala itu. Terlihat bordir halus di bagian belakang kemeja coklat muda nama kedai kopi. Seperti mengulang, meja kembali di bersihkan meski terlihat tak ada kotoran sedikit pun. Belum lagi senyum simpul saya berakhir, pemuda tersebut langsung menghilang ke dalam bangunan ruko tiga pintu tersebut. Elcomandante Coffee beberapa tahun terakhir ini menjadi tempat melepas penat atau bertemu banyak sahabat.

Naik Kereta Api Second Class Semalaman Dari Hatyai ke Bangkok (Thailand Part 3)

Setelah Menyambangi Wat Hat Yai Nai di Hatyai   seharian tadi. Sebenarnya tidak seharian juga, karena hanya beberapa saat saja. Saya kembali ke Stasiun Kereta Api Hatyai. Ternyata ibu penjual kopi tadi pagi masih setia menunggu. Tidak ada salahnya memesan Thai Tea langsung di Thailand. Beliau tersenyum ketika saya sebut Thai Tea, "this name Tea, only Tea" ujarnya lagi. Seperti di Aceh, mana ada Kopi Aceh. Cuaca siang itu sangat terik, sementara jadwal kereta api masih lama. Sehingga 4 jam lamanya saya berputar putar di dalam stasiun kereta api. Menikmati makan siang di kantin stasiun. Menumpang isi baterai telepon seluler, bolak balik kamar mandi dan melihat lalu lalang pengunjung stasiun. Sayang sekali tidak banyak kursi tunggu yang disediakan. Jadilah hanya bisa duduk duduk saja. Kurang dari 1 jam menjelang keberangkatan, saya kembali mandi di toilet stasiun. Tenang saja, ada bilik khusus untuk kamar mandi. Hatyai itu panasnya luar biasa, jadi sebelum berangkat lebih baik m

Naik Bus dari TBS Malaysia ke Hat Yai Thailand

1 Juni 2019. Air Asia terakhir mengantarkan siang itu ke petang Sepang. Setelah 1 jam tanpa sinyal telepon seluler. Sebelumnya aku menikmati internet gratis dari wifi yang ditebar di Bandara Iskandar Muda, Aceh Besar. Internet dapat ditemukan dan diakses dengan mudah. Demikian juga ketika mendarat di Kuala Lumpur International Airport 2. Dinginnya selasar kedatangan membuat jantung berpacu. Berdegup keras seperti kecepatan telepon seluler menjelajah internet gratis disana. Sengaja bergegas, mengabaikan toilet dan berharap antrian imigrasi tidak ramai.  Ini kali kedua mengalami tak ada antrian yang berarti di imigrasi. Petugas hanya memastikan sembari tersenyum “Dari Aceh? Mau lanjut ke Jakarta?” Mereka seakan terbiasa menghadapi masyarakat Aceh yang singgah sejenak di Negeri Jiran hanya untuk kembali menyeberang ke kota-kota lain di Indonesia. “Tak Cik, saya nak pi Thailand kejap ini malam dari TBS”. Cop cop, sidik jari, dan imigrasi berlalu begitu saja. Sudah 3 tempat pen